Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Taput. Pendeta Nelson Flores Siregar, nama yang tidak asing lagi di tubuh Huria Kristen Batak Protestan (HKBP). Pernah menjadi Ketua Departemen Diakonia selama dua periode (2004-2012). Ia juga pernah keluar masuk penjara pada masa kelam pergolakan HKBP tahun 1993-1994.
Ditemui di Pea Nature, Bahal Batu, Kecamatan Siborong-borong, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatra Utara, tempat Nelson Flores dan keluarga menetap, terlihat rambutnya sudah rata memutih. Namun, ia tetap masih bugar dengan gaya lamanya; berbicara lugas dan sistematis.
Setelah bercerita panjang lebar tentang pilihan hidup setelah pensiun dengan menetap di Pea Nature serta sejumlah karya kearifan lokal yang dilakukan di sana, pertanyaan pun menyasar terhadap masa kelam pergolakan HKBP tahun 1993-1994.
"Wah panjang kisahnya. Tetapi intinya, HKBP ketika itu ingin mempertahankan brand institusinya, dan tidak bisa diam terhadap penindasan, terutama yang terjadi di zaman orde baru. Kita pun pelayan beserta jemaat dan aktifis pergerakan semakin berpikir, akhirnya ikut berjuang mengembalikan HKBP ke eksistensi dan kemandiriaannya tanpa intervensi," tuturnya.
Nelson mengaku, beberapa kali dirinya ditangkap dan dipukuli dalam gerakan represif yang dilakukan pihak Bakortanasda Sumut ( besutan pemerintahan orde baru) hingga turunan ke aparat hukum di wilayah Tapanuli Utara ketika itu.
Peristiwa itu, tutur Nelson, terjadi tahun 1993 sampai 1994. Dirinya tiga kali ditangkap, dipukuli dan dijebloskan ke penjara. Terakhir, menjalani tahanan rumah selama tiga bulan.
"Bahkan sampai dituduh PKI, tuduhan sangat tidak berdasar. Bukan hanya saya, ephorus sekarang (Robinson Butarbutar), mantan Sekjen HKBP Ramlan Hutahaean, mantan Ephorus WTP Simarmata, Praeses Samuel Sitompul dan lainya juga merasakan hal yang sama," ungkapnya.
Sampai akhirnya, tutur Nelson, tindakan yang menimpa mereka pun mendapat sorotan dari berbagai pihak, termasuk Komnas HAM.
"Jelas kami sangat terpukul dan menderita saat itu, tetapi kami tidak menyesal, karena itu konsekuensi pelayan untuk mempertahankan eksistensi dan jalan kebenaran HKBP," ucapnya.
Meskipun demikian, menurut Nelson Flores, itu juga dipicu ketika sikap peduli pelayanan HKBP terhadap kemiskinan, kerakyatan dan pencerdasan sangat minim ketika itu.
"Perhatian terhadap kemiskinan di masa itu sangat minim. Maka saat saya Kabiro Pengmas dan Kadep Diakonia, kami mencoba menjawab itu, bekerja sama dengan NGO KSPPM, untuk berada di kantong-kantong petani dan kemiskinan," ungkapnya.
Lantas, apa yang harus dilakukan pimpinan HKBP sekarang? "Saya berharap, mereka jangan manut saja. Harus dinamis dan berperan banyak untuk pemberdayaan dan kemajuan. Misalnya Departemen Diakonia, sangat melekat dengan persoalan kemiskinan, petani, lingkungan, buruh perkotaan, bahkan orang-orang migran di Malaysia," tandasnya.
Koinonia, sebut Nelson, harus melekat ke pemberdayaan guna membangun wawasan cerdas, melatih secara bertahap dan mengoptimalkan lembaga pembinaan; melatih anak-anak muda.
Marturia, katanya, yang melekat ke zending, harus menyampaikan kabar kesukaan itu sampai ke daerah-daerah terisolir atau yang tidak tersentuh. Bentuknya, bisa dalam khotbah, kunjungan kepastoralan, pendidikan dan pelatihan.
Polemik Dana Pensiun HKBP
Terkait sikap Ephorus HKBP Pdt DR Robinson Butarbutar yang secara terbuka menungkap ke publik tunggakan dana pensiun HKPB yang mencapai ratusan milar, Nelson mengatakan, ketika pihaknya berada di pucuk pimpinan HKBP tahun sampai 2012, potensi defisit itu sebenarnya sudah timbul. Artinya, pimpinan yang lalu-lalu pun juga tidak melihat itu akan menjadi risiko keuangan di masa mendatang.
"Ini juga dipicu kurangnya kesadaran para pendeta untuk membayarkan. Lalu muncul lagi keputusan sinode bahwa yang membayarkan itu biarlah gereja. Nah, akumulasi defisit itu terjadi dari denda dan utang-utang terdahulu, mulai tahun 2013-2020,"sebut Nelson.
Nelson Flores Siregar menandaskan, apa yang dilakukan Ephorus HKBP Pdt DR Robinson Butarbutar dengan membuka ke publik merupakan bagian dari transparansi. "Langkah itu tepat, agar masalahnya tidak menahun ke depan," imbuhnya.
Lagi pula sebut Nelson, Itu harus dibayar dengan cara apapun. Maka langkah membuka itu ke publik sudah tepat dan berharap ada kebersamaan untuk mencari solusi, terutama donasi sejumlah pihak dan jemaat untuk membantu meringankan.
"Saya akui, Ephorus HKBP sekarang sangat terbuka dan mau mendengar saran dan ide. Kami satu penderitaan di masa kelam HKBP. Beliau sudah teruji dan saya yakin dia akan berani menjalankan dan memutuskan langkah terbaik untuk solusinya," tandasnya.