Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan Ketua Dewan Pimpinan Daerah Komite Nasional Pemuda Demokrat Sumatra Utara (DPD KNPD Sumut), organisasi sayap Partai Demokrat, Suryani Paskah Naiborhu, meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk merevisi Peraturan Presiden (Perpres) Republik Indonesia No 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Dalam revisi tersebut, Suryani Paskah Naiborhu meminta agar perempuan korban penganiayaan dan kekerasan seksual dapat ditanggung oleh BPJS Kesehatan.
Dalam keterangannya, Selasa (27/4/2020), Suryani Paskah Naiborhu mengatakan,pasal 52 Ayat (r ) dari Perpres No 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan menyebutkan bahwa korban tindak pidana penganiayaan dan kekerasan seksual merupakan pihak yang tidak termasuk mendapatkan jaminan kesehatan dari BPJS Kesehatan.
Suryani Paskah Naiborhu menyayangkan tidak dimasukkannya perempuan korban penganiayaan dan kekerasan seksual dalam layanan BPJS Kesehatan. Sebab, sebenarnya banyak warga yang mengalami penganiayaan serta kekerasan seksual dan umumnya mereka adalah kaum perempuan dengan kondisi ekonomi lemah.
Suryani Paskah Naiborhu mencontohkan peristiwa yang baru-baru ini dialami Rina Simanungkalit (29 tahun), warga Jalan Tangguk Bongkar VI Medan, yang diduga merupakan korban penganiayaan.
Suryani Paskah Naiborhu mengatakan, saat menjenguk, dirinya melihat kondisi fisik Rina Simanungkalit penuh luka dan secara psikis mengalami trauma berat akibat penganiayaan tersebut.
"Kami dari KNPD tergerak untuk memberikan bantuan kepada Rina. Kami juga berinisiatif untuk membawa dia ke Rumah Sakit Madani di Jalan AR Hakim, Medan, untuk memperoleh perawatan dan pengobatan. Dari penjelasan yang kami peroleh, Rina juga peserta penerima bantuan iuran (PBI) BPJS Kesehatan," ujarnya.
Namun pihaknya terkejut ketika sampai di rumah sakit tersebut, perawat menjelaskan bahwa Rina Simanungkalit tidak termasuk pihak yang berhak mendapat layanan kesehatan dari BPJS Kesehatan, karena diduga korban penganiayaan.
"Pihak rumah sakit maupun perwakilan BPJS Kesehatan di Rumah Sakit Madani menjelaskan bahwa Rina Simanungkalit tidak bisa ditanggung BPJS Kesehatan karena merupakan korban penganiayaan dan hal itu sesuai dengan ketentuan dari Pasal 52 Ayat (r) pada Perpres No 82 Tahun 2018," ujarnya.
Suryani mengatakan, pemerintah dalam hal ini presiden, seharusnya memasukkan perempuan korban penganiayaan dan kekerasan seksual sebagai pihak yang berhak menerima layanan kesehatan dari BPJS Kesehatan.
"Banyak diantara mereka yang menjadi korban berasal dari keluarga tidak mampu dan mereka merupakan peserta PBI. Pengobatan serta perawatan dari korban ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan umumnya mereka yang menjadi korban adalah perempuan," jelasnya.
Suryani mempertanyakan alasan pemerintah tidak memasukkan kedua kategori tersebut untuk memperoleh layanan BPJS Kesehatan. Dirinya juga mempertanyakan sikap Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang bersikap diam atas hal tersebut.
Suryani Paskah Naiborhu juga mengatakan bahwa jaminan kesehatan untuk perempuan korban penganiayaan dan kekerasan seksual tidak bisa dipindahkan penjaminannya ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) , karena masyarakat umum sudah lazim dengan keberadaan BPJS Kesehatan yang sudah ada di tiap fasilitas kesehatan hingga pelosok desa .
"Ketika kita mengatakan bahwa negara menghormati hak-hak warga negaranya dan melindungi kaum perempuan, pada kenyataannya hal itu terlewatkan bagi korban penganiayaan dan kekerasan seksual untuk memperoleh layanan BPJS Kesehatan. Kita sangat menyayangkan ini," tuturnya.
Suryani Paskah Naiborhu mendesak Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, untuk dapat merevisi Perpres tersebut dan memasukkan perempuan korban penganiayaan serta kekerasan seksual sebagai pihak yang berhak mendapatkan layanan BPJS Kesehatan. Dirinya juga mendorong agar pemerintah daerah (pemda) di Sumatra Utara (Sumut) dapat membantu pengobatan dan perawatan bagi mereka.
"Pemda di Sumut dapat belajar dari Pemprov DKI Jakarta yang telah melakukan hal itu. Mereka membantu penyembuhan dan pemulihan para korban penganiayaan dan kekerasan seksual," tuturnya.