Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Permentan Nomor 38 Tahun 2020 dan Perpres Nomor 44 Tahun 2020 merupakan regulasi tentang sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) yang mewajibkan para pelaku perkebunan untuk memilikinya. Regulasi yang memiiki syarat dan pemenuhan 7 prinsip ISPO mewajibkan pelaku perkebunan sudah harus mengantongi sertifikasi tersebut hingga 5 tahun ke depan.
"Artinya, hanya tinggal kurang dari empat tahun lagi seluruh pelaku perkebunan untuk tersertifikasi ISPO yang membawa embel-embel 'Kedaulatan Negara'. Sementara bagi pekebun, persyaratan untuk memenuhi 7 prinsip ISPO masih sangat jauh untuk dipenuhi," kata Ketua DPW Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Sumut, Gus Dalhari Harahap, Jumat (18/6/2021).
Gus mengatakan, ada beberapa pekebun yang tidak secara langsung menyadari tentang permasalahan tersebut. Mulai dari soal legalitas lahan dengan kerumitan regulasi dan pengurusannya yang lintas sektoral, Sistem Rantai Pasok (SRP) yang masih tradisional, hingga budidaya perkebunan yang masih belum memenuhi standar GAP, apalagi bila dikaitkan dengan Best Management Practices (BMP).
Ketika ada masalah terkait hal tersebut, kata Gus, harus diselesaikan oleh pekebun (masyarakat) itu sendiri. "Padahal kita paham bahwa permasalahan pekebun yang bersinggungan dengan regulasi akan sulit atau tidak mungkin selesai tanpa campur tangan langsung pemerintah," katanya.
Ditanya bagaimana respon pemerintah, menurut Gus, pemerintah baik di Dinas Kabupaten, Provinsi bahkan di Pusat juga masih kurang paham dengan permasalahan dan regulasi yang saat ini sangat banyak dan terus keluar baik PP, Perpres, Inpres, Perpres, dan lainnya. Sementara pemerintah masih ada yang belum meng-update regulasi yang baru keluar. Misalnya permasalahan STDB (yang katanya bisa sebagai pengganti izin perkebunan bagi pekebun) masih belum clear.
"Ada sebagian daerah STDB sebagai surat keterangan saja, ada sebagian lain sebagai izin yang berhubungan langsung dengan PAD daerah, " kata Gus.
Sementara itu, kelembagaan petani juga masih belum menguat baik koptan, gapoktan maupun koperasi yang mewadahi pekebun. Padahal sangat tidak mungkin mensertifikasikan pekebun tanpa kelembagaan.
Jika merujuk pada realitas di lapangan, memang target ISPO masih sangat jauh. Apalagi sosialisasi bagi pelaku perkebunan termasuk pekebun akan arti pentingnya ISPO masih kurang. "Jadi mimpi akan tetap menjadi mimpi kalau permasalahan yang ada tidak kita selesaikan secara bersama, kekompakan multi pihak. Akan buyar niat baik pemerintah untuk setting ulang perkebunan kelapa sawit yang sudah jelas kontribusinya untuk devisa negara dan menyelamatkan Indonesia. Program strategis nasional dan pemulihan ekonomi nasional akan sangat mudah dan terimplementasikan dengan baik di sektor perkelapasawitan," kata Gus.