Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Banyak modus pencucian uang yang ditelusuri Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang berupa aliran uang dari luar negeri. Seperti apa modusnya?
Muhammad Novian selaku Direktur Analisis dan Pemeriksaan I PPATK memaparkan mengenai hal itu dalam diskusi yang disiarkan kanal YouTube KPK RI. Novian menyebut pencucian uang menjadi fenomena gunung es dalam perkara korupsi.
"Korupsi itu ada namun pelaku korupsi membuat sedemikian rupa melalui rekayasa transaksi keuangan, tentunya rekayasa hukum agar membuat seolah-olah itu nggak ada masalah seperti fenomena gunung es," ucap Novian dalam diskusi itu, Senin (6/12/2021).
"Begitu juga ketika korupsi itu terungkap. Kalau istilah bapak ibu, dia sering menggunakan istilah pasang badan tapi hartanya dia sembunyikan dengan berbagai macam, bisa menggunakan orang terdekat, bisa menggunakan professional money launderer supaya harta tersebut nggak terlihat di tatanan formal atau aparat penegak hukum," imbuhnya.
Novian lalu mencontohkan adanya modus transaksi uang haram melalui perusahaan valuta asing dari luar negeri ke Indonesia. Modus ini disebut Novian mirip dengan hawala yang pernah diungkap KPK di perkara korupsi terkait proyek e-KTP.
"Kasus ini terkait penyuapan yang dilakukan pihak di luar negeri terhadap pejabat di Indonesia, itu alur transaksinya. Cara yang dilakukan pejabat ini meminta tolong perusahaan valuta asing, beberapa tentunya, untuk membawa uang tunai yang akan diterima atau uang suap yang akan diterima pejabat di Indonesia," ucap Novian.
"Jadi pegawai perusahaan valuta asing tersebut membawa ribuan dolar Amerika melalui Batam, dibawa tunai untuk diserahkan ke perusahaan valuta asing lain di Indonesia. Nanti di pengujung transaksi, perusahaan valuta asing tersebut melakukan tarik tunai dan diserahkan ke pejabat yang bersangkutan. Dalam hal ini tentu alur dari transaksi itu terputus, tidak akan pernah terlihat dari money changer di luar negeri dan money changer di Indonesia, adanya aliran dana yang ditujukan pada pejabat di Indonesia, hampir mirip dengan hawala," imbuhnya.
Lalu, menurut Novian, modus yang biasa digunakan yaitu menggunakan perusahaan cangkang di luar negeri atau profesi-profesi yang bisa mengaburkan transaksi. Selain itu ada pula modus klasik yaitu dengan membuat ATM atau kartu kredit dengan nama orang lain.
"Uang yang diterima untuk menyuap pejabat di Indonesia seolah-olah terlihat dari hasil kegiatan bisnis yang sah," ucap Novian.
"Ini agak kuno tapi masih marak dilakukan di mana pejabat publik memegang ATM atau kartu kredit pihak lain sehingga pejabat publik tersebut bebas menggunakan tanpa terlihat itu telah diterima yang bersangkutan sebagai gratifikasi atau suap," imbuhnya.(dtc)