Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
TUJUAN utama demokrasi adalah untuk memuliakan dan melayani warga, bukan untuk melayani penguasa. Memuliakan dan menghormati setiap warga adalah wajah dari sebuah proses penyelenggaran pemerintahan, sehingga seharusnya menjadi bahan refleksi dari para kepala daerah yang menjabat sebagai pemimpin.
Ketika melintasi berbagai jalan protokol atau jalan utama di setiap daerah, maka akan sangat banyak ditemukan berbagai baliho, spanduk dan billboard yang bergambarkan foto kepala daerah beserta jargon dan slogannya. Slogan yang menjadi ciri atau produk utama dari sesuatu yang hendak dipromosikan atau dicapai, jika sebuah daerah bisa menunjukkan karakter masyarakat atau kondisi wilayah, dan jika dalam pemerintahan biasanya merupakan gambaran kerja dan tujuan.
Slogan dan Kinerja
Mengambil contoh Provinsi Sumatra Utara dengan slogan “Sumut Bermartabat“. Namun sayangnya hingga kini masih ada jalan sepanjang 447 km dari 3.000 km jalan yang menjadi kewenangan pemerintah provinsi dalam keadaan rusak. Belum terhitung jalan kabupaten yang tingkat kerusakannya mungkin lebih tinggi, bahkan membuat warga sebuah desa harus mengadukan persoalan ini ke Istana Negara.
Padahal konektivitas antardaerah sangat membutuhkan kualitas terbaik dalam persoalan infastruktur dan transportasi, sebagai salah satu prasyarat meningkatkan pelayanan publik pada sektor ekonomi, pendidikan dan kesehatan di tingkat kabupaten/kota, kecamatan hingga desa.
Kemudian terkait dengan persoalan pelayanan publik sebagai cermin kehadiran negara di tengah masyarakat, yang secara langsung merupakan produk kinerja pemerintah daerah sebagai wajah negara yang terdekat pada masyarakat.
Berdasarkan hasil penilaian kepatuhan terhadap standar pelayanan publik yang setiap tahun dilakukan Ombudsman RI sejak 2016 hingga 2021, menggambarkan rendahnya kepatuhan pemerintah daerah di Sumatra Utara terhadap pemenuhan standar pelayanan publik.
Padahal UU No 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik mewajibkan seluruh unit layanan publik (termasuk Pemda) untuk menyusun, menetapkan dan mempublikasi standar layanan publik. Dari 19 Pemda di Sumut yang dinilai oleh Ombudsman sejak 2016-2019, hanya 8 Pemda atau 0,4% yang meraih predikat zona hijau atau kepatuhan tinggi.
Wakil presiden dan Menteri Dalam Negeri bahkan meminta secara langsung Pemerintah Provinsi Sumatra Utara agar segera memfasilitasi kehadiran Mal Pelayanan Publik (MPP), sesuai dengan Peraturan Presiden nomor 89/2021, yang mewajibkan daerah membuat MPP. Karena hingga kini belum ada Kabupaten/Kota yang memiliki MPP.
Padahal, MPP merupakan bagian dari perbaikan tata kelola pemerintahan dan reformasi birokrasi, karena mempermudah pelayanan masyarakat dan pelayanan perizinan sesuai dengan kewenangan. MPP salah satu cara untuk menyejahterakan masyarakat tentunya dengan memberikan pelayanan publik yang prima dan berkualitas.
Karena setiap daerah akan kesulitan untuk menarik investor dan mengembangkan potensi masyarakat lokal jika proses perizinannya masih rumit, banyak pungutan liar dan berbeda lokasi dengan jarak yang memakan waktu sehingga memperlambat proses perizinan.
Maka berkaca dari kondisi pelayanan publik dan perkembangan infrastruktur yang menghubungkan konektivitas antar daerah, yang tentunya terintegrasi dengan kedekatan akses kesehatan, pendidikan dan perekonomian kepada masyarakat, bukan hal yang sulit untuk melihat kualitas seorang pemimpin. Pimpinan daerah adalah pimpinan seluruh penyelenggaraan pelayanan publik di daerah sesuai UU No. 25 Tahun 2009. Karena setiap kepala daerah secara jabatan sebagai pemimpin pelayanan publik sudah tentu memiliki kekuasaan (power). Apalagi kepemimpinan saat ini dipilih langsung oleh rakyat sebagai pemberi mandat legitimasi untuk memimpin.
Tentunya mandat oleh masyarakat pemilih, yang diberikan dalam proses demokrasi pemilihan langsung, merupakan bagian dari konsepsi atau janji yang disampaikan saat para kepala daerah mencalonkan diri dalam kontestasi demokrasi. Konsepsi yang kemudian diturunkan dalam bentuk jargon atau slogan. Namun sayangnya slogan yang dijanjikan banyak yang jauh dari kenyataan ketika memimpin.
Mayoritas kepala daerah memimpin seperti serabutan dan tidak sistematis dalam melaksanakan program kerja. Atau mungkin konsepsi yang ditawarkan justru tidak dipahami atau tidak dimengerti secara detail terutama untuk capaian, target serta sasaran program. Atau mungkin masih kuatnya paradigma dan perspektif lama tentang kepala daerah adalah pemilik kekuasaan. Bahwa kepala pemerintahan adalah pemegang kekuasaan, sehingga memungkinkan terjadinya pergeseran tujuan kontestasi dalam demokrasi menjadi perlombaan untuk menguasai apa yang hendak diperintah.
Apalagi dengan besarnya kewenangan dalam UU Otonomi Daerah dalam hal regulasi dan anggaran daerah, sehingga memunculkan anekdot bahwa kepala daerah adalah raja-raja kecil di daerahnya masing-masing yang harus disembah.
BACA JUGA: Keadilan Akses Kesehatan di Era JKN
Paradigma dan prespektif lama bahwa kepala daerah adalah penguasa daerah tentunya adalah sebuah kesalahan yang sangat jauh dari substansi demokrasi. Paradigma yang seolah-olah menyatakan bahwa kepala daerah adalah raja dan rakyat adalah hamba.
Karena demokrasi sejatinya adalah proses melahirkan kepemimpinan dari rakyat dan untuk rakyat serta memiliki hakikat sebagai pelayan rakyat, yang mengerjakan segala sesuatu kekayaan yang dikelola dan dikerjakan untuk dikembalikan kepada publik dalam substansi Republik ( Res-Public ),
Memimpin dengan Hati
Jakob Oetama berkata," Demokrasi kita hingga sekarang baru mencapai demokrasi parlemen; demokrasi yang baru omong doang. Tahapan kita baru talking democracy, belum working democracy”. Pernyataan pemilik Kompas Gremadia Grup ini masih sangat relevan. Demokrasi masih berada pada titik prosedural, belum pada subtansi untuk menghormati dan memuliakan hak azasi setiap warga.
Hasil demokrasi seharusnya melahirkan pemimpin penyelenggara pemerintahan yang melayani publik dengan sepenuh hati. Karena hakikat dari pemerintahan dalam demokrasi adalah melayani bukan dilayani, yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan publik, baik secara administratif, jasa, barang, infrastruktur dan penghidupan yang layak, yang terlihat dari komitmen kepala daerah selaku pimpinan pemerintahan.
Termasuk menggerakkan atau memaksimalkan puluhan OPD atau instansi unit layanan publik dan ribuan Aparatur Sipil Negara (ASN), untuk mampu inovatif, beriorientasi melayani, tanggap mengelola keluhan dan pengaduan publik, dan menjadi teladan atau role model, bagi jajarannya.
Dari produk kepemimpinan dan pembinaan yang dilakukan oleh kepala daerah akan terlihat pada kualitas penyelenggaraan pelayanan publik di daerahnya, apakah memiliki kemampuan yang terbuka terhadap pengaduan publik, telinga yang lebar, terbuka terhadap kritik atau pengaduan publik, punya kemampuan mendengar yang lebih baik dari pada kemampuan bersuara, sehingga dapat menangkap kebutuhan masyarakat.
Percaya atau tidak, masih banyak para birokrat yang bermental feodal, bangga dengan pangkat (amanah), silau dengan segenap fasilitas dan aksesoris jabatan yang ada, dan akhirnya berperilaku seperti tuan yang harus dilayani masyarakat dan ASN/birokrasi di bawahnya.
Maka teladan terbaik dari pemimpin adalah mengubah pola pikir (mindset), budaya kerja (culture set) dan wajah pelayanan, dari budaya senang dilayani menjadi budaya melayani. Seperti pernyataan Sri Sultan Hamengkubuwono VIII yang menyebut bahwa seorang pemimpin belum dikatakan memimpin sampai dia meletakkan pelayanan dalam kepemimpinannya.
====
Penulis ?Direktur Eksekutif Perhimpunan Suluh Muda Inspirasi (SMI)/penggiat HAM dan Demokrasi
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan sebaiknya tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]