Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
PESATNYA kenaikan jumlah peserta sistem jaminan kesehatan nasional ( JKN ), sejak diluncurkan pada tahun 2014, dari 121 juta penduduk hingga mencapai 223 juta jiwa tahun 2021 atau 82 % dari total jumlah penduduk dan ditargetkan mencapai 98% pada tahun 2024 nanti
Dengan capaian peserta yang luar biasa, sayangnya belum selaras dengan ketersediaan akses layanan kesehatan yang merata di seluruh daerah, karena ada masalah yang serius terkait ketidakadilan akses, kualitas dan kuantitas fasilitas kesehatan bagi masyarakat dipedalaman atau di luar perkotaan
Kehadiran BPJS Kesehatan sebagai implementasi UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), yang menggunakan sistem asuransi kesehatan dengan model gotong-royong, yaitu subsidi silang dari orang yang memiliki penghasilan besar membayar lebih banyak dibandingkan masyarakat kurang mampu, sistem yang berbeda dengan Inggris dan Malaysia yang berbasiskan pembayaran pajak
Amanat UU SJSN menyatakan agar seluruh masyarakat terdaftar sebagai peserta JKN, baik sebagai peserta mandiri dan peserta yang dibayarkan oleh perusahaan sesuai kelas dari I sampai III, serta masyarakat kurang mampu yang iurannya dibayarkan oleh pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota dalam skema PBI (Penerima Bantuan Iuran) di kelas III
Dengan capaian peserta yang sudah cukup baik, maka langkah mengurangi ketimpangan layanan fasilitas kesehatan di daerah perkotaan atau perekonomian baik dengan menyediakan akses kesehatan berkualitas yang mudah dijangkau dan digunakan masyarakat didaerah kurang mampu dan berkembang sebagai mitra BPJS Kesehatan menjadi tantangan yang harus segera diselesaikan
Sederhananya, jika melihat fasilitas kesehatan diluar Kota Medan, Binjai, Kabupaten Deli Serdang dan Kota Pematang Siantar yang relatif banyak, semenatara daerah lainnya, seperti Kota Tebing Tinggi, Sibolga, Kabupaten Labuhanbatu, Langkat dan Tapanuli Utara hanya memiliki satu rumah sakit tipe B
Sedangkan 24 kabupaten/kota lainnya di Sumatra Utara dominan hanya memiliki satu rumah sakit tipe C, tanpa ada rumah sakit tipe D dan bahkan ada kabupaten/kota yang hanya memiliki rumah sakit tipe D, dari kondisi ini akan sangat mudah mengkonfimasi adanya ketimpangan atau disparitas penyelenggaraan pelayanan kesehatan antar wilayah
Padahal dengan semakin menguatnya otonomi daerah melalui pemilihan langsung dengan menggunakan electoral one man one vote, sebagai pilihan sistem demokrasi untuk mendekatkan pemerintah pada kebutuhan dan permasalahan daerah, sejauh ini telah mendorong isu-isu populis seperti jaminan kesehatan sebagai topik dan tema para calon Kepala Daerah untuk meraup dukungan suara masyarakat
Keberanian dan Kemauan Pemerintah Daerah
Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang dijamin Konsitusi melalui amandemen UUD 1945 pasal 28 huruf H ayat 1: “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.
Sedangkan UU No 36 Tahun 2009 Pasal 4 menegaskan bahwa “setiap orang berhak atas kesehatan”, Pasal 5 (1) menyatakan, “Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan”, Ayat (2) “Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau”, serta Ayat (3) “Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya”.
Hak masyarakat mendapatkan derajat kesehatan yang optimal, tentunya membutuhkan strategi yang tepat dan menyeluruh, sesuai dengan Pasal 47 bahwa “Upaya kesehatan diselenggarakan dalam bentuk kegiatan dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh, dan berkesinambungan”
Sementara ketimpangan ketersediaan fasilitas kesehatan termasuk rumah sakit, klinik, dan laboratorium secara nyata memberi dampak pada klaim program JKN, di mana daerah dengan fasilitas kesehatan lengkap memiliki klaim yang tinggi sedangkan daerah dengan fasilitas terbatas tentunya jumlah klaimnya juga rendah.
Dari data tinggi rendahnya klaim peserta BPJS Kesehatan di setiap daerah, adalah gambaran untuk dapat melihat ketersediaan fasilitas kesehatan yang tersedia bagi masyarakat dalam menggunakan fasilitas JKN baik yang dibayar secara mandiri, perusahaan ataupun PBI
Kondisi yang menimbulkan kekhawatiran bahwa anggaran dari Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang seharusnya digunakan masyarakat kurang mampu justru dinikmati oleh peserta BPJS mandiri atau perusahaan yang tergolong masyarakat mampu dan tinggal di kota besar, karena peserta PBI tidak dapat menyerap dana PBI akibat fasilitas kesehatan yang tidak tersedia
BACA JUGA: Data Kependudukan dan Pemilu Berintegritas
Dengan otonomi daerah yang bersifat desentralisasi, jelas memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatasi kesenjangan atau ketimpangan layanan kesehatan, sekaligus mendorong masyarakat menggunakan klaim JKN di daerahnya, tanpa harus mengakses layanan kesehatan di daerah lain, akibat fasilitas layanan kesehatan yang tidak mencukupi.
Karena untuk mengakses layanan kesehatan di luar daerahnya tentu harus mengeluarkan biaya lebih untuk trasportasi dan akomodasi keluarga, apalagi jika bukan dari rujukan dari fasilitas kesehatan daerah asal sebagai syarat untuk mendapatkan pertanggungan jaminan kesehatan, namun lebih dari keputusan mencari perawatan di luar daerah sebagai ekspresi untuk mendapatkan layanan kesehatan yang lebih berkualitas.
Kewenangan otonomi daerah dalam kerangka pembangunan kesehatan seharusnya bisa lebih mengoptimalkan dan mendekatkan fasilitas serta layanan kesehatan kepada masyarakat, karena setiap daerah otonom dapat menentukan sendiri program dan alokasi belanja pembangunan kesehatan di daerahnya, sesuai dengan UU No 9 tahun 2015 tentang pemerintahan daerah, dan UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Dalam UU No 9 Tahun 2015 menyebutkan bahwa pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, sedangkan pengertian tugas pembantuan ialah penugasan dari pemerintah kepada daerah untuk melaksanakan tugas tertentu.
Bahkan jika melihat Peraturan Pemerintah (PP) 38/2007 dan PP 41/2007, maka Dinas Kesehatan semakin berkembang menjadi lembaga kesehatan yang mempunyai banyak fungsi yakni (1) sebagai pelaksana kegiatan, (2) lembaga yang menyusun kebijakan dan peraturan di daerah berdasar standar nasional, memastikan aturan dijalankan, dan (3) membiayai pelayanan.
Sehingga sangat memungkinkan bagi pemerintah daerah, untuk mengalokasikan belanja pembangunan untuk mendirikan rumah sakit, klinik, puskesmas, dan laboratorium milik daerah, sehingga membuka peluang membangun fasilitas kesehatan lengkap dengan tenaga medis yang siap menangani pasien JKN
Tantangan bagi Pemerintah Daerah
Hampir semua pemerintah daerah berkontribusi bagi JKN berupa setoran iuran PBI yang ditanggung oleh APBD daerahnya, maka alangkah lebih baik pemerintah daerah juga menyediakan fasilitas dan layanan kesehatan yang mudah diakses secara lokasi dan berkualitas secara pelayanan, agar manfaat program JKN bisa dirasakan oleh masyarakat di daerah secara maksimal.
Dari gambaran ketimpangan ketersediaan fasilitas kesehatan di Sumatera Utara, Pemerintah daerah dituntut untuk berani berinvestasi pada layanan atau membangun fasilitas kesehatan di daerahnya, apalagi BPJS Kesehatan bekerja dengan cara membayar klaim biaya kepada mitra penyedia yang telah melakukan pelayanan kesehatan, sehingga sangat berpotensi untuk dikembangkan dan menghasilkan pendapatan asli daerah (PAD)
Disinilah mungkin proses pembagian peran kerjasama pemerintah pusat dan daerah untuk mendorong pemerataan akses pelayanan kesehatan masyarakat diseluruh daerah, sehingga mendukung kinerja Jaminan Kesehatan Nasional yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, agar masyarakat memperoleh derajat kesehatan yang optimal, mudah diakses, berkualitas dan merata diseluruh daerah.
====
Penulis Direktur Eksekutif Perhimpunan Suluh Muda Inspirasi (SMI)/penggiat HAM dan Demokrasi
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan sebaiknya tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]