Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
SUMATRA UTARA salah satu penyumbang produksi perikanan terbesar di Indonesia. Tahun 2018 produksi perikanan tangkap dan jenis penangkapan 503.000 ton, sehingga provinsi ini sebagai penyumbang terbesar kedua dari setelah Provinsi Maluku. Angka ini secara kalkulasi sebenarnya lebih rendah dari tahun 2017, yaitu 800.752 ton (Badan Pusat Statistik).
Penurunan produksi perikanan Sumut bukan karena faktor lemahnya kemauan nelayan untuk melaut, melainkan kurang terkontrolnya penjagaa perairan tangkap di beberapa daerah sekitar Sumut, seperti Kabupaten Labuhanbatu yang mengalami tekanan penurunan tahun 2018 sebesar 10.354 ton. Sedangkan tahun 2019 hanya 4.218 ton.
Penjagaan Potensi Perikanan
Eksploitasi overfishing secara massif sangat berdampak pada populasi ikan. Cepat atau lambat kerusakan ekosisitem laut pasti akan terjadi, sehingga potensi perikanan tanpa disadari mengalami penurunan secara drastis.
Analogi keberadaan nelayan harian (tradisional) di saat melaut ±12 jam dengan ukuran kapal rata-rata 5 GT. Anak buah kapal 1-2 orang dengan pendapatan berkisar perorang Rp.100.000-150.000 yang belum dipotong dengan biaya operasional, beroperasinya pukat tarik (seine nets) dan pukat hela (trawls) dengan illegal fishing adalah masalah mendalam bagi nelayan tradisional.
Terbitnya Permen KP No 59 Tahun 2020 tentang zonasi perikanan tangkap dan alat penangkapan ikan yang merusak lingkungan adalah hembusan kabar bahagia bagi masyarakat nelayan tradisional. Berharap peraturan ini dapat memulihkan ekonomi dalam penjagaan ekosistem laut secara berkepanjangan.
Seakan berbalik haluan kabar bahagia itu malah menjadi problem seperti sebelumnya, dimana para pengusaha pukat tarik dan sejenisnya tetap beroperasi, bahkan sampai ke zona nelayan kecil di perairan yang dangkal.
Para nelayan tradisional menganggap peraturan ini sama saja seperti Peraturan Menteri KKP sebelumnya, dikarenakan tinjauan lapangan kurang efektif, apa lagi di daerah pedesaan masih banyak yang melanggar peraturan.
Potensi laut akan menurun jika sering dirusak. Bibit-bibit ikan pun akan mengalami kematian. Pemanfaatan sumber daya kelautan adalah penghubung erat potensi perikanan yang berdaulat karena kehidupan manusia sangat bergantung pada laut.
Seandainya para nelayan tradisional mogok melaut masyarakat Kabupaten Labuhanbatu pasti kurang asupan gizi, dimana ketahanan pangan di sektor produksi perikanan tidak ada di pasaran.
Untuk mengantisipasi masalah tersebut, Pemkab Labuhanbatu melalui sektor keamanan laut dan perairan serta instansi terkait harus selalu monitoring terkait zonasi penangkapan ikan. Dalam penyaluran bantuan harus berdasarkan kriteria yang jelas dan ketat.
Harapan Nelayan Tradisional
Para nelayan tradisional berharap PEN (Pemulihan Ekonomi Nelayan) dari pemerintah dengan program-program yang telah direalisasikan, seperti UMKM nelayan, subsidi BBM. Tahun Anggaran 2022 Menteri Kelautan dan Perikanan melalui Direktorat Jendral Perikanan Tangkap akan mengucurkan bantuan Asuransi Nelayan, Alat Penangkap Ikan, Kapal penangkap ikan, Paket rumah ikan dan juga Penataan kampung nelayan.
Beberapa bulan terakhir Pemkab Rembang melalui Dinas Kelautan dan Perikanan (Dinlutkan) telah selesai menyalurkan bantuan subsidi BBM Solar untuk 1.459 nelayan dengan kriteria kapal berukuran paling besar 10 GT. Masing-masing nelayan mendapat jatah 200 liter dengan maksimal pengambilan setiap hari hanya 50 liter.
Subsidi berupa kartu ATM BRI mengambilnya di SPBU yang disepakati pemerintah dan para nelayan setempat untuk membantu nelayan di masa pandemi Covid-19.
Pemkab Labuhanbatu semestinya juga bisa mengusulkan program seperti Pemkab Rembang karena salah satu penghambat pendapatan nelayan adalah biaya operasional BBM di saat melaut.
Tidak menutup kemungkinan birokrasi kita juga harus cepat tanggap supaya masyarakat mudah dalam mengakses bantuan dan program dari pemerintah seperti pembuatan kartu nelayan KUSUKA yang diakses melalui situs satudata.kkp.go.id.
Jika pemulihan ekonomi bertahap ini terjadi otomatis lapangan pekerjaan akan terbuka di sektor nelayan, yakni dengan pembangun ekonomi kreatif, seperti pembuatan ikan asin, kripik ikan, bakso ikan dan lainnya. Dengan menggandeng Dinas Kopersi dan BUMD supaya meningkatkan putaran roda ekonomi Pendapatan Asli Daerah (PAD) ini juga untuk mempercepat penurunan angka pengangguran.
Seharusnya pemerintah memprioritaskan sosialisasi berkesinambungan, baik peraturan, program-program dan juga kebijakan untuk memutus rantai kata terisolir yang sering terucap dari masyarakat, seperti dengan menggelar dialog publik antara nelayan pukat tarik dan sejenisnya dengan nelayan tradisional, penghijauan bibir pantai seperti menanaman mangrove dan membangun ekonomi kreatif dengan kelompok-kelompok nelayan yang ada, yang didampingi serta dimonitoring.
Masyarakat juga harus berantusias, bukan hanya mengkritik dan saling menyalahkan. Terjaganya lingkungan sekitar dimulai dari kesadaran dalam konteks kepedulian sesama manusia.
====
Penulis Staf Perkumpulan Suluh Muda Inspirasi.
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]