Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Langkat. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Langkat, Senin (24/1/2022) mengikuti Rapat Kerja (Raker) pencegahan tindak pidana korupsi dan evaluasi program strategis pemerintah daerah.
Raker ini bersama Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) secara virtual dari Gedung Sasana Bakti Praja Kementerian Dalam Negeri, Jakarta.
Diikuti Plt Bupati Langkat H Syah Afandin SH didampingi Sekdakab Langkat dr H Indra Salahuddin, dari ruang rapat Langkat Comand Center ( LCC) Kantor Bupati Langkat, di Stabat
Usai Rakor, H Syah Afandin menyampaikan, Mendagri M Tito Karnavian mendorong semua pemerintah daerah melakukan perbaikan sistem pemerintahan yang lebih transparan.
"Arahan itu disampaikan Mendagri kepada kepala daerah se-Indonesia dalam Raker Evaluasi Program Strategis," katanya.
Salah satunya, kata Syah Afandin, dengan digitalisasi diberbagai bidang. Sehingga mengurangi kontak fisik dan potensi tindak pidana korupsi.
Perbaikan sistem perlu dilakukan, perlu dikaji sistem politik pemerintah kita ke sistem yang diupayakan lebih transaparan untuk mengurangi kontak fisik, di antaranya dengan digitalisasi di berbagai bidang.
Mendagri juga menuturkan Syah Afandin, awal tahun 2022 ini sudah ada beberapa kepala daerah yang terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hal itu harus menjadi perhatian semua pihak karena selain berdampak pada individu yang bersangkutan, juga terhadap kepercayaan publik kepada kepala daerah secara umum.
Bentuk tindak pidana korupsi yang paling banyak terjadi, dipaparkan oleh Mendagri, yakni terkait dengan pengadaan barang dan jasa, disusul promosi/ mutasi jabatan, lalu suap atau gratifikasi.
Selain itu, setidaknya ada tiga hal lainnya terkait sistem pemerintahan yang rawan terjadi tindak pidana korupsi.
Pertama, sistem politik. Sebab biaya politik yang tinggi untuk menjadi seorang kepala daerah menjadi penyebab tindakan korupsi demi menutupi hutang biaya politik.
Jika kepala daerah terpilih, lalu pemasukannya kurang tidak bisa menutupi biaya politik akhirnya terjadi korupsi untuk menutup biaya politik.
Kedua, sistem rekrutmen transaksional. Ketiga, sistem administrasi pemerintahan yang membuka peluang tindak pidana korupsi.
Misalnya pertemuan fisik, birokrasi yang berbelit atau regulasi yang dibuat sedemikan panjang, sehingga atas nama regulasi terjadi negosiasi transaksional.
Oleh karena itu, perlu perbaikan sistem pemerintahan yang lebih digitalisasi. Inilah yang kemudian memunculkan konsep smart city, smart government, dan e-government.
Sementara, Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan meningkatkan kepercayaan publik terhadap institusi pemerintahan perlu dilakukan perbaikan sistem, dengan mengupayakan transparansi dari sistem tersebut, dengan memanfaatkan beberapa teknologi informasi yang sedang berkembang.
"Paling menjadi perhatian kita adalah tentang sistem tentang tata kelolaan dari pemerintahan daerah itu sendiri," kata Firli
Dia berharap kasus tindak pidana korupsi yang menjerat kepala daerah dapat ditekan sedini mungkin. Serta yang harus dilakukan oleh kepala daerah adalah memperbaiki sistem itu sendiri.
Dengan sistem yang baik tidak akan terjadi korupsi, korupsi terjadi karena ada kekuasaan, ada kesempatan, dan kurangnya integritas.