Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Inggris sedang menghadapi tantangan ekonomi pasca pandemi dan perang antara Rusia-Ukraina. Perekonomian Inggris yang terus tertekan menyebabkan berbagai harga komoditas mengalami kenaikan hingga menyebabkan krisis biaya hidup.
Salah satu warga negara Indonesia (WNI) yang tinggal di London, Dyah (39) mengatakan ekonomi Inggris Raya belakangan ini dalam kondisi tidak baik. Inflasi pernah mencapai 10,1% pada Juli 2022 dan turun sedikit menjadi 9,9% pada Agustus 2022.
"Tingkat inflasi yang tinggi ini disebabkan oleh beberapa kondisi seperti Brexit, serangan pandemi COVID-19, dan terkini adalah invasi Rusia ke Ukraina. Dampaknya harga minyak naik sangat drastis dan menyebabkan inflasi. Jika harga minyak tidak menurun, tingkat inflasi diprediksi mencapai 18-22% di Inggris Raya," kata Dyah saat dihubungi detikcom, Minggu (25/9/2022).
Hal itu membuat berbagai harga komoditas pangan, transportasi, kebutuhan pokok rumah tangga lain, hingga tarif listrik semakin mahal karena sudah naik dua kali dalam setahun. Harga makanan dan minuman disebut naik sekitar 12,6%, harga gas naik 91% dan harga listrik naik 70%.
"Biaya hidup di Inggris Raya meningkat sangat signifikan. Secara individual harga susu meningkat 34%, harga tepung terigu meningkat 29,7%, harga mentega naik 27,1%, dan harga pasta meningkat 24,4%," bebernya.
Menurut WNI lainnya yang tinggal di Kota Leeds, Eva (35) mengatakan Inggris sudah mulai masuk resesi jika melihat situasi seperti sekarang ini.
"Inggris itu sebetulnya sudah mulai masuk resesi menurut saya karena tidak mampu lagi memberikan kepastian terhadap inflasi dan jaring pengaman sosial tentang bagaimana pelayanan publik bisa berjalan terus, termasuk juga harga-harga makan di restoran sangat terasa bagi kami masyarakat sipil yang ada di sini," ujar Eva.
Menurut Eva, banyak orang di Inggris yang tidak bersedia bekerja karena pertimbangan gaji. Sayangnya mereka sulit mendapat pekerjaan baru akibat belum pulihnya ekonomi.
"Terjadi berbagai macam transformasi politik, ekonomi, sosial yang saya rasakan di sini. Masyarakat sipil di sini mulai memikirkan bagaimana caranya mereka dapat upah yang layak. Banyak yang tidak bersedia bekerja karena upahnya terlalu kecil," imbuhnya.
Resesi ekonomi biasanya secara teknis ditandai dengan situasi ketika pertumbuhan ekonomi suatu negara berada di bawah 0 (negatif) selama dua kuartal berturut-turut. Sebelumnya Bank of England sudah memprediksi bahwa resesi akan terjadi akhir tahun ini.(dtf)