Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MEMASUKI pekan kedua bulan Mei 2023, International Monetary Fund (IMF) tengah menyoroti peristiwa gagal bayar yang mengancam kondisi ekonomi terbesar di dunia secara global. Karena itu beberapa negara seperti Amerika Serikat (AS) belum menyepakati usul pemerintah dalam menaikan plafon batas utang.
Dengan alasan sederhanabbjika pemerintah Amerika Serikat kurang hati-hati dalam menyusun kebijakan fiskal dalam negerinya maka bukan hal yang mustahil jika ancaman gagal bayar akan menerjang negara Amerika Serikat pada 1 Juni mendatang.
Jelas hal semacam ini bukan persoalan sederhana karena potensi gagal bayar akan mengancam banyak orang dan hal itu berdampak pada masifnya warga yang mengalami kehilangan pekerjaan.
Di luar hal itu situasi ini akan mendorong pembayaran rumah tangga untuk urusan pinjaman dan kredit menjadi sangat tinggi. Melihat ancaman besar dari resesi ekonomi Amerika Serikat yang besar, pemerintah Indonesia harus cermat menyikapi masalah dinamika ini sekalipun probabilitas Indonesia terjebak dalam jurang resesi hanya berkisar 2 % tapi hal ini dirasakan masih ideal seiring dengan ketahanan konsumsi domestik yang masih stabil.
Pemikiran Ulang
Secara teoritis sebenarnya kondisi ekonomi Indonesia pada 2023 ini dapat dikatakan relatif aman apalagi melihat gerak pasar keuangan dan valuta asing Indonesia saat ini yang secara faktual cenderung lebih tahan dari gejolak eksternal, dibandingkan dengan krisis yang terjadi tahun-tahun sebelumnya saat ditengah Covid-19 yang menyandera ekonomi dunia.
Berdasarkan hal itu maka amat sangat realistis jika ancaman resesi menjadi hal yang dapat diantisipasi. Resesi sendiri merupakan pertumbuhan ekonomi negatif tahunan.
Dalam acuan dua kuartal berturut-turut Indonesia mengalami proses pertumbuhan negatif. Berdasarkan catatan kuartal II-2020, saat pandemi Covid-19 awal masuk ke Indonesia dan pemerintah menerapkan pembatasan sosial, ekonomi Indonesia ambles 5,32% yoy. Pada kuartal III-2020, ekonomi mulai membaik, meski masih berada di zona negatif 3,49% yoy.
Pun pada kuartal IV-2020 ekonomi Indonesia tumbuh negatif 2,17% yoy dan pada kuartal I-2021 tumbuh negatif 0,70% yoy. (Kemenkeu RI, 2020).
Namun selepas pandemi, terbukti setahap demi setahap angka kuartalan Indonesia mengalami peningkatan. Pada kuartal I-2023 ekonomi Indonesia faktanya mampu tumbuh positif pada kisaran 5,03 persen, angka ini sedikit meningkat dibandingkan pertumbuhan sebelumnya yang hanya 5,01 persen yoy.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia kedepannya diharapkan tetap kuat. Pertumbuhan ini didukung oleh membaiknya mobilitas masyarakat, keyakinan konsumen dan membaiknya daya beli.
Tak dapat dipungkiri jika kas ekonomi Indonesia tumbuh karena kekuatan dari efek kenaikan harga komoditas yang mendongkrak ekspor yang masih kuat pada kuartal I akan tetapi sedikit berkurang pada kuartal II.
Secara rasional, basis ekonomi Indonesia pada dasarnya adalah aspek komoditas, karena itu tak mengherankan jika harga komoditas tinggi maka penghasilan ekspor negara relatif baik.
Secara fundamental sektor manufaktur, pertanian, kehutanan, dan perikanan yang seharusnya bisa menjadi sektor tumpuan untuk masyarakat. Data menunjukkan jika pada kuartal pertama 2023, transportasi dan pergudangan merupakan satu sektor yang tumbuh tinggi di Indonesia, sebesar 15,93 persen, diikuti oleh informasi dan komunikasi sebesar 7,19 persen.
Sementara itu, sektor pertanian, kehutanan dan perikanan hanya tumbuh 0,34 di kuartal I 2023, menurun drastis dari kenaikan 4,51 persen di kuartal sebelumnya (Kemenkeu RI, 2023)
Jika ekonomi Indonesia mau tumbuh lebih dari 5 persen, maka harus secara serius Indonesia harus membuka peluang strategi kebijakan unuk mendorong industri manufaktur tumbuh lebih tinggi lagi.
Dalam rasional ini untuk mendorong ekonomi Indonesia tumbuh lebih tinggi, maka diperlukan adanya peningkatan re-industrialisasi di masa depan. Secara konseptual aktivitas reindustrialisasi adalah melakukan perubahan dan perbaikan secara holistik dan komprehensif dalam industrialisasi untuk mendorong kembali pembangunan industri manufaktur nasional.
Reindustrialisasi juga merupakan langkah strategis untuk membangun kemandirian perekonomian Indonesia. Adanya reindustrialisasi dimaksudkan menstabilisasi perubahan dan pembangunan kembali serta perbaikan secara sistematik dan komprehensif dalam industrialisasi dengan tujuan untuk meningkatkan daya saing industri yang berkelanjutan.
Estimasi Rasional
Ada tiga pendekatan rasional dalam menghadapi dinamika resesi global pada saat ini, Dalam pendekatan pertama, pemerintah harus mampu melakukan stabilisasi terhadap berbagai dinamika kenaikan suku bunga Amerika Serikat (The Fed). Kenaikkan suku bunga ini mengakibatkan sulitnya perputaran uang terjadi.
Hal ini menyebabkan biaya pinjaman meningkat, pengurangan insentif investasi, pelemahan manufaktur yang pada akhirnya dapat menyebabkan pemulihan ekonomi menjadi lambat.
Fenomena ketiga yang dihadapi dunia adalah isu geopolitik antara Rusia-Ukraina. Invasi militer Rusia ini menyebabkan tensi global meningkat secara signifikan karena terdapat pro dan kontra antar negara di dunia.
Peningkatan tensi global ini menyebabkan perekonomian dunia terguncang. Terguncangnya perekonomian dunia ini ditandai naiknya harga energi seperti minyak mentah dan harga pangan secara global.
Pendekatan kedua, pemerintah harus mampu bersiap diri dalam proses tantangan deselerasi global. Adanya volatilitas dan gejolak ekonomi global mengakibatkan Indonesia mengalami ruang perlambatan ekonomi.
Dengan momentum seperti ini, Indonesia harus berhati-hati dalam menetapkan kebijakan ekonomi guna memperkecil dampak dari resesi global 2023.
Pencegahan perlu dilakukan untuk meminimalisir dampak, bahkan menghindari dampak resesi yang cukup ekstrim bagi masyarakat. Dampak melonjaknya harga komoditas, meningkatnya tingkat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sampai krisis energi inilah yang menjadi pekerjaan rumah besar bagi pemerintah untuk melakukan pencegahan resesi.
Terakhir dalam pendekatan ketiga, pemerintah harus memaksimalisasikan upaya green economy sebagai dasar rasional memajukan perekonomian dan mensejahterakan masyarakat dengan tetap memperhatikan lingkungan sekitar. Termasuk dalam rasionalisasi menghadapi masalah serius berupa krisis pangan dan air, volatilitas harga komoditas dan energi, peningkatan emisi gas rumah kaca, kesenjangan pendapatan, ketidakseimbangan ekosistem alam.
Demi memenuhi permintaan dunia akan pangan, energi, dan infrastruktur yang terus menerus bertambah menjadikan daya dukung lingkungan menjadi sulit tercapai.
Akibatnya, harga komoditas dan energi mengalami fluktuasi,polusi tak terkendali, kesehatan manusia terganggu, dan sistem keanekaragaman hayati hilang.
Dengan masalah ekonomi yang semakin kompleks sudah saatnya pemerintah kembali menormalisasikan kebijakan ekonomi berbasis lingkungan. Melalui cara ini boleh jadi roda ketahanan ekonomi nasional hadapi resesi global menjadi sangat kokoh dan kuat.
====
Penulis Analis dan Mahasiswa S3 Universitas Indonesia
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG) posisi lanskap, data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]