Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Nenek moyangku seorang pelaut
Gemar mengarung luas samudra
Menerjang ombak tiada takut
Menempuh badai sudah biasa…
PENGGALAN lirik lagu ciptaan Ibu Sud tersebut menggambarkan kondisi Indonesia yang berada di kawasan perairan yang potensial.
Indonesia memiliki lebih dari 17 ribu pulau dan bergaris pantai sepanjang 81 ribu km. 60 persen lebih dari keseluruhan luas wilayah Indonesia berupa laut dan perairan.
Terkonfirmasi dari data Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP), luas wilayah daratan Indonesia sebesar 1,91 juta km2, sedangkan luas wilayah perairan mencapai 6,32 juta km2.
Dengan lanskap seperti itu, dapat dipastikan Indonesia memiliki potensi kekayaan sumber daya laut yang luar biasa, khususnya di sektor perikanan.
Hasil Perikanan
Menurut data statistik KKP, hingga tahun 2021, jumlah nelayan perikanan tangkap di Indonesia mencapai hampir 3 juta orang yang tersebar di 34 provinsi.
Jawa Timur, Jawa Tengah, Maluku, Sulawesi Selatan dan Sumatera Utara menjadi 5 besar provinsi dengan jumlah nelayan terbanyak. Dilihat dari hasil, volume produksi perikanan tangkap yang dihasilkan mencapai lebih dari 7 juta ton.
Sedangkan penghasil perikanan tangkap berada di wilayah Pulau Sumatera dengan total produksi hampir 2 juta ton pada tahun 2021.
Untuk nelayan pembudidaya, secara keseluruhan terdapat lebih dari 2 juta orang nelayan yang tersebar di seluruh Indonesia dan paling banyak terdapat di provinsi Sulawesi Selatan.
Berdasarkan data statistik KKP, untuk volume produksi perikanan budidaya pembesaran sendiri menghasilkan lebih dari 14,5 juta ton ikan pada tahun 2021, hampir senilai 200 miliar rupiah dan terbanyak dihasilkan di pulau Sulawesi.
Pertumbuhan nilai ekspor produk kelautan dan perikanan menjadi salah satu perhatian utama pemerintah dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dikutip dari publikasi Statistik Indonesia, pada 2022, nilai ekspor ikan segar/dingin hasil tangkap mencapai lebih dari 52 ribu ton, senilai lebih dari 111 juta US$ dengan negara tujuan ekspor terbesar ke Malaysia, Singapura, dan Jepang.
Nilai ini mengalami sedikit perlambatan disbandingkan kondisi ekspor tahun sebelumnya, 2021, yang mencapai lebih dari 55 ribu ton atau senilai lebih dari 118 ribu US$. Terlepas dari adanya berbagai kebijakan pemerintah terkait ekspor, perkembangan ekspor baik secara kuantitas maupun value mencerminkan perkembangan produksi perikanan di Indonesia yang layak mendapatkan perhatian khusus.
Meski dari sisi sumber daya alam, Indonesia penuh potensi perikanan, namun ternyata sub kategori perikanan hanya mampu menyumbang 2,58 persen bagi perekonomian Indonesia secara keseluruhan pada tahun 2022.
Harapan yang tersirat dari hasil perikanan itu sendiri, tentunya adalah kesejahteraan bagi para nelayan. Salah satu indikator yang saat ini dapat digunakan untuk melihat gambaran kesejahteraan para nelayan adalah Nilai Tukar Nelayan (NTN) yang dihitung oleh Badan Pusat Statistik setiap bulan.
Kesejahteraan Nelayan
NTNP (Nilai Tukar Nelayan dan Pembudidaya Ikan) merupakan perbandingan antara Indeks Harga yang diterima oleh para nelayan dan pembudidaya ikan dengan Indeks Biaya yang dikeluarkan oleh rumahtangga nelayan dan pembudidaya ikan, baik untuk kebutuhan produksi maupun untuk kebutuhan konsumsi rumahtangganya.
Besaran NTNP Indonesia pada 2022 yang sebesar 105,74 mencerminkan bahwa kemampuan tukar hasil tangkapan dan budidaya ikan yang diterima oleh para nelayan dan pembudidaya masih lebih besar dibandingkan dengan kebutuhan para nelayan dan pembudidaya tersebut, dengan kata lain, para nelayan dan pembudidaya berada dalam kondisi tidak merugi.
Lebih lanjut, apabila dilihat berdasarkan sub sektornya lagi, nilai NTNP untuk ikan tangkap mencapai 106,45, lebih tinggi daripada NTNP untuk budidaya yang sebesar 104,63.
Hal ini tentunya menjadi indikasi bahwa nelayan pembudidaya tidak lebih sejahtera dibandingkan para nelayan ikan tangkap. Untuk dapat mengetahui penyebabnya, tentu bisa banyak faktor apakah dari sisi pengeluaran untuk biaya produksi pembudidaya yang lebih tinggi dibandingkan biaya produksi nelayan ikan tangkap, ataupun hasil harga jual ikan pembudidaya yang lebih rendah dibandingkan harga ikan tangkap.
Namun, apakah ini cermin kesejahteraan para nelayan yang sesungguhnya?
Ironi Negeri Bahari
Di sisi lain, sebagai salah satu negeri penghasil aneka bahari, tingkat konsumsi ikan di Indonesia ternyata masih relatif rendah dibandingkan dengan potensi sumber daya perikanan yang dimiliki.
Ikan merupakan salah satu bahan pangan sebagai sumber nutrisi esensial, white meat, bersifat universal, harga relatif murah, proses produksi relatif singkat, serta suppy lokal. Menyadari nilai lebih dan kebermanfaatan ikan bagi tubuh jasmani, didukung dengan supply lokal yang ada, semestinya masyarakat Indonesia gemar mengkonsumsi ikan.
Namun, berdasar data KKP, Angka konsumsi ikan pada tahun 2021 masih sebesar 55,37 kg/kapita/tahun, meski meningkat setiap tahunnya dibandingkan tahun 2010 yang hanya 30,48kg/kapita/tahun. Namun angka ini menunjukkan bahwa setiap orang, mengkonsumsi ikan hanya 1 kg per minggu, atau kurang dari 1 ekor ukuran sedang.
Relatif rendahnya konsumsi ikan diasumsikan dipengaruhi oleh beberapa hal baik budaya maupun kelemahan distribusi dan rantai pasok hasil tangkap ikan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat lokal.
Budaya masyarakat agraris mungkin lebih menyukai untuk mengkonsumsi daging dan produk ikutannya dibandingkan konsumsi ikan. Daging sapi, kambing, ayam, hingga telur dan produk susu lebih diminati masyarakat dibandingkan ikan, pun barangkali ragam masakan yang bisa diolah dengan bahan dasar ikan lebih sedikit jenisnya. Padahal menurut penelitian, protein ikan lebih tinggi dibandingkan daging serta telur dan produk susu.
Sensus Pertanian 2023
Nilai Tukar Nelayan semestinya bukanlah satu-satunya indikator untuk melihat kesejahteraan nelayan Indonesia. Namun demikian, minimnya keberadaan data menjadikannya menjadi sebuah keterbatasan.
Penyediaan data di sektor perikanan sangat diharapkan untuk dapat lebih baik, sehingga dapat menjadi dasar analisa kebijakan bagi Pemerintah.
Badan Pusat Statistik (BPS) kembali akan menyelenggarakan Sensus Pertanian (ST2023) yang digelar pada Juni-Juli 2023 mendatang. Melalui pendataan yang berjalan lancar diharapkan penyediaan data yang akurat dan terupdate khususnya di sektor perikanan ini dapat memberikan manfaat besar bagi pembangunan bangsa.
Mengusung tagline Mencatat Pertanian Indonesia untuk Kedaulatan Pangan dan Kesejahteraan Petani, Sensus Pertanian mencakup semua kegiatan pertanian seperti Tanaman Pangan, Hortikultura, Perkebunan, Peternakan, Kehutanan , dan tak ketinggalan Perikanan.
Selamat Hari Nelayan Nasional. Sukseskan Sensus Pertanian 2023 untuk bangkitnya Indonesia Negeri Bahari..!
====
Penulis fungsional Statistisi Ahli Madya, BPS Kota Medan.
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG/posisi lanskap), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]