Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Pemerintah diminta untuk mencabut Peraturan Pemerintah (PP) No 11 Tahun 2023 tentang Penangkapan Ikan Terukur. Adanya peraturan tersebut dinilai semakin mempersulit nelayan dalam menangkap ikan.
Roi, salah seorang nelayan kapal ikan di Belawan, mengatakan, aturan yang memberatkan tersebut adalah adanya kewajiban setoran dalam bentuk penerimaan negara bukan pajak (PNBP) ke kas pemerintah, yang dibebankan terhadap kapal nelayan ukuran 30 GT ke bawah.
"Aturan PNBP sangat memberatkan, karena PNBP itu dipungut dari hasil tangkapan nelayan yang menggunakan kapal ukuran 30 GT. Kapal penangkap ikan ukuran tersebut adalah kapal kecil yang hasil tangkapannya juga tidak banyak," ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (31/5/2023).
Roi juga mengatakan bahwa nelayan yang melaut dengan kapal ukuran tersebut bukanlah pemilik kapal. Sehingga hasil tangkapan ikan mereka harus dibagi dengan pemilik kapal.
"Pemilik kapal ini juga yang memodali nelayan untuk melaut. Sehingga setelah hasil tangkapan ini dijual, barulah dipotong terlebih dahulu untuk modal dan sisanya baru dibagi dua antara pemilik kapal dan nelayan. Dan dalam satu kapal itu ada banyak nelayan yang melaut. Sehingga pendapatan bersih nelayan sebetulnya tidaklah besar," tuturnya.
Namun dengan adanya PP No 11 Tahun 2023 ini, maka pendapatan nelayan semakin berkurang karena harus dipotong terlebih dahulu untuk setoran PNBP.
Melihat kondisi tersebut, Roi meminta agar pemerintah membatalkan aturan tersebut karena memberatkan nelayan.
"Hidup nelayan itu sudah susah. Jangan lagi dibebankan dengan aturan-aturan yang sifatnya memberatkan dan mengurangi pendapatan kami," tuturnya.
Roi juga meminta agar pemerintah menghapus aturan mengenai nelayan yang hanya diperbolehkan menangkap ikan di bawah 12 mil.
Usaha penangkapan ikan itu berisiko tinggi, baik risiko rugi karena tidak mendapat ikan di laut sehingga modal tidak tertutupi ataupun risiko alam karena kapal ikan terbuat dari kayu .
Risiko-Risiko inilah yang mungkin menyebabkan BUMN hingga saat ini tidak memiliki satu pun perusahaan yang masuk ke sektor kapal penangkapan ikan .
"Hal ini yang harusnya jadi pertimbangan pemerintah, di mana nelayan ternyata lebih berperan dibanding BUMN dalam penangkapan ikan sehingga jangan dipersulit dengan pungutan tambahan ataupun izin yang memberatkan," tuturnya.
Roi mengatakan, nelayan itu rakyat kecil. "Nelayan itu rakyat Indonesia juga. Pemerintah pusat biarlah berikan wewenang pemerintah daerah untuk atur regulasi urusan kapal ikan, jangan diborong ke pusat perizinannya. Ini negara NKRI jangan ada dikotomi pusat dan daerah," tuturnya.