Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Komisi A DPRD Sumatera Utara (Sumut) menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan PT Rapy Ray Putratama (RRP), Kirem Ginting dan Dody Thaher, terkait sengketa lahan seluas 15 hektar di Desa Sigara-gara, Kecamatan Patumbak, Deli Serdang, Kamis (9/11/2023).
Rapat Dengar Pendapat (RDP) dipimpin Ketua Komisi A DPRD Sumut M Andri Alfisah didampingi anggota Frans Dante Ginting dan Azmi Yuli Sitorus. Hadir pula kuasa hukum PT RRP Sa’I Rangkuti dan kuasa hukum Dody Thaher dari Kantor Hukum Hasrul Benny Harahap dan rekan.
Kirem Ginting adalah pemilik awal lahan seluas 15 hektar di Desa Sigara-gara. Wanita berusia 87 tahun itu, datang ke gedung dewan didampingi anak, menantu dan kuasa hukumnya Bukit Sitompul.
Menurut Kuasa Hukum Kirem Ginting, Bukit Sitompul, lahan tersebut dibeli Kirem Ginting dari Wan Moechtar tahun 1985. Namun pada 1995, di atas lahan berdiri plank yang bertuliskan tanah tersebut menjadi agunan PT BPDSU (kini Bank Sumut)
“Setelah ditelusuri, lahan tersebut ternyata telah menjadi objek jaminan ke Bank Sumut oleh PT Rhodetas Jaya. Atas dasar itu Ibu Kirem melakukan komunikasi dengan Bank Sumut namun tidak menemukan titik temu yang baik,” sebut Bukit Sitompul.
Kirem Ginting kemudian menggugat Bahauddin Darus dan PT Rhodetas (keduanya pihak terkait dengan PT Bank Sumut), dan berperkara secara perdata di Pengadilan Negeri Lubuk Pakam.
Saat berperkara menghadapi PT Rhodetas, kuasa hukum Kirem Ginting, Nanggung Pinem memperkenalkan Dody Thaher kepada Kirem Ginting. Dody berjanji membantu mendanai biaya perkara Kirem Ginting dengan PT Rhodetas Jaya. Maka dibuat surat perjanjian antara Dody Thaher dengan Kirem Ginting, yang memiliki hak dan kewajiban.
“Apabila Ibu Kirem menang, maka yang akan membeli lahan tersebut dengan harga yang telah ditentukan sebesar Rp 4 ribu per meter adalah Pak Dody Thaher,” sebutnya.
Perkara itu berjalan sampai upaya hukum luar biasa dengan dilakukannya Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung. Akhirnya antara Kirem br Ginting dan Bahauddin Darus dan PT Rhodetas telah berdamai sebagaimana tertuang dalam Akta Perdamaian No 28 tanggal 8 Agustus 2001 yang dibuat di hadapan Alina Hanum Nasution notaris di Medan.
Kirem Ginting menyerahkan uang sejumlah Rp 400 juta kepada Bahauddin dan PT Rhodetas, guna membantu penyelesaian hak dan kewajiban Bahauddin dan PT Rhodetas dengan pihak lain. Setelah Kirem Ginting berdamai dengan Bahauddin dan PT Rhodetas Jaya, maka status tanah objek perkara kembali ke keadaan semula dan Kirem Ginting
Menurut Kuasa hukum Dody Thaher dari Kantor Hukum Hasrul Benny Harahap dan rekan, legalisasi perjanjian No.232/L/1997 tertanggal 15 Agustus 1997, dimana Kirem Ginting dan Dody Thaher sepakat dan berjanji untuk mengadakan jual beli tanah seharga Rp 4.000 per meter atas putusan Bagi Hasil Tanah (BHT) atas perkara hukum antara Kirem Ginting dengan PT Rhodetas.
Pihak Dody Thaher mengaku melakukan pembayaran uang muka dengan membiayai segala keperluan perkara tersebut termasuk pengeluaran untuk pengacara/penasehat hukum Kirem Ginting sebesar Rp 17 juta-Rp100 juta sampai perkara selesai.
Namun menurut kuasa hukum Kirem Ginting Bukit Sitompul, Dody tidak pernah membayar sepeser pun untuk pembelian tanah tersebut. hingga akhirnya pada tahun 2018, Kirem Ginting menjual tanah tersebut kepada PT Rapy Ray Putratama.
Dalam rapat tersebut kuasa hukum Dody Thaher juga menyinggung mengenai sita jaminan di atas lahan Sigara-gara yang diajukan pada tahun 2002, dan menurutnya hingga kini belum pernah dilakukan pengangkatan sita. Hal inilah yang menurutnya masih mengganjal.
“Atas tanah tersebut harus dilakukan jual beli dengan Dody Thaher berdasarkan putusan PK II 756PK/PDT/2021 tertanggal 28 Juni 2021 : Jo Putusan No.84/Pdt/G/2001/PN.LP tanggal 10 Juni 2002,” sebutnya.
Namun menurut Syafrida Ayulita dari BPN Deli Serdang, sita jamin yang dimaksud pihak Dody Thaher itu tidak pernah dititipkan ke BPN Deli Serdang. Sehingga menurutnya, sepanjang sita tidak diumumkan atau tidak diletakkan ke BPN Deli Serdang, maka sita itu tidak ada kekuatannya. Itu berarti proses penerbitan sertifikat yang dilakukan PT Rapy Ray dan jual beli yang dilakukan Kirem Ginting sudah ‘clean and clear’.
Sebelumnya Komisi A sudah pernah memediasi kedua belah pihak. Namun pihak RRP menilai rekomendasi yang dikeluarkan Komisi A DPRD Sumut tertanggal 27 Juni 2023 itu, merugikan mereka, dimana dalam surat tersebut, Komisi A meminta kepada Satgas Anti Mafia Tanah memberikan saran kepada Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang agar menganulir dan membatalkan sendiri sertifikat Hak Guna Bangunan No.649 dengan Surat Ukur No.463/Sigara-gara/2019 luas 10.682 m2 dan Sertifikat Hak Guna Bangunan No.650 dengan Surat Ukur Nomor 464/Sigara-gara/2019 Luas 114.414 m2 atas nama PT. Rapy Ray Putratama dan pecahannya sebanyak 937 Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) serta 3 sertifikat Hak Milik.
Menurut Syahrizal, rekomendasi tersebut merugikan PT.RRP.
“Dewan selaku pihak legislatif seharusnya tidak mengeluarkan rekomendasi yang berkaitan dengan produk hukum, ini jelas merugikan kami,” kata Syahrizal.
Menurut perwakilan PT RRP Syahrizal Hasan, usulan perdamaian itu sudah pernah ditawarkan oleh pihak RRP kepada Dody Thaher. Namun upaya perdamaian itu ditolak oleh Dody Thaher karena tidak sesuai dengan yang diharapkannya.