Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menggelar rapat dengan DPRD DKI membahas soal revisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 tahun 2002 tentang perpasaran.
Salah satu poin revisi yang akan dibahas ialah tentang jarak antara toko swalayan (ritel) dengan pasar rakyat (tradisonal) dan antar toko swalayan sejenis, mengacu pada ketentuan RT/RW, RDTR, dan peraturan zonasi yang berlaku.
Sebagai informasi, aturan jarak toko modern dan pasar tradisional diatur dalam pasal 10 Perda nomor 2 tahun 2002 tentang Perpasaran Swasta. Pasal ini mengatur jarak toko modern dan pasar tradisional berdasarkan luas bangunan.
Menurut Wakil Ketua Umum Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI), Ngadiran, perkembangan pasar ritel modern yang sangat cepat bisa mematikan usaha pasar tradisional.
"Pasar tradisional, terutama warung-warung kecil, memang tergerus pelan-pelan. Kalau dibiarkan, tidak dibuat aturan main, tinggal tunggu matinya saja (tradisional)," kata Ngadiran kepada detikFinance, Jakarta, Kamis (7/9/2017).
Dirinya mengusulkan, koperasi masyarakat diikutsertakan sebagai penanam modal usaha ritel modern yang dibanhun di kawasan masyarakat.
"Kalau mau buka di desa, di kampung, di jalur mana, harus sahamnya dimiliki bersama oleh koperasi warga, oleh komunitas warga, sehingga mereka merasa kompetitif. Kedua minimarket di lingkungan itu ikut punya," terangnya.
Bila ritel modern tak bersedia sahamnya dimiliki oleh koperasi warga, kata Ngadiran, maka aturan soal jarak antara usaha ritel modern dengan tradisional wajib diberlakukan.
"Jadi harus pakai jarak jika minimarket itu sahamnya tidak mau dimiliki komunitas warga. Tapi kalau mau, kalau boleh, tidak perlu pakai saham. Jadi itu untuk menciptakan persaingan yang sehat," katanya. (dtf)