Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Ada dua musikus dari Tanah Batak Toba yang karya-karyanya masih terus bergema hingga kini. Hal itu disebabkan karena karya-karya mereka berangkat dari kehidupan masyarakat. Tidak heran bila karya kedua musisi itu pun begitu kuat mengakar di hati masyarakat.
Dialah Tilhang Gultom dan Nahum Situmorang. Tilhang lebih dikenal sebagai pendiri Opera Batak..yang bernama Opera Tilhang, kemudian berganti nama menjadi Grup Serindo.
Untuk memenuhi unsur musik dalam pertunjukannya itu, Tilhang juga menciptakan lagu. Tetapi sebagian besar karya musiknya itu masih berupa reportoar musik tanpa lirik lagu. Karya musiknya mencapai ratusan judul. Hanya sebagian kecil yang terdokumentasi dengan baik. Beberapa reportoar musik Tilhang itu antara lain, “Si Bunga Ri” “Saniang Naga Laut” “Si Bukka Pikiran” “Sulaman Barat”.
Reportoar musik yang diciptakan Tilhang itulah yang selalu dimainkan dalam acara-acara pesta adat dan budaya masyarakat Batak Toba, hingga sekarang ini.
“Hampir semua musik gondang atau uning-uningan yang dimainkan para pemusik Batak Toba itu adalah karya Mister Tilhang Gultom. Banyak yang diciptakannya. "Ratusan,” kata legenda musik Batak Toba, Marsius Sitohang, kepada medanbisnisdaily.com, belum lama ini.
Sebagai bentuk rasa hormatnya, Marsius kerap menyebut Tilhang sebagai mister. Sebutan yang prestisius di awal tahun-tahun 90-an.
"Susah saya menyebutnya satu per satu. Tapi kalau kita lihat seluruh CD gondang Batak, selalu ciptaan Tilhang Gultom yang dimainkan," lanjut Marsius yang sejak kecil terlibat dalam grup Opera Batak ini.
Ia ingat, Tilhang Gultom adalah sosok yang paling dihormati di grup Opera Batak yang dipimpinnya. Ia mampu melihat setiap potensi yang ada pada pemain maupun kru.
Kepiawaian Tilhang melihat potensi itu, juga pernah diakui Zulkaedah Harahap, satu-satunya perempuan yang mendapat gelar maestro seni pertunjukan dari pemerintah pusat.
Ia mengisahkan pahit-manisnya selama di grup Opera Batak pimpinan Tilhang. Pada awalnya dia hanya sebagai pembantu umum. Tugasnya menyiapkan makanan dan minuman untuk para pemain dan kru. Nasibnya berubah ketika suatu kali Tilhang pernah mendengarnya bersenandung kala sedang memasak. Tilhang langsung memanggilnya dan memintanya main.
Menurut Tilhang, suaranya itu sangat khas untuk andung-andung (ratapan) Benar saja, selama karirnya sebagai pemain Opera Batak, Zulkaedah lantas dikenal dengan suara khas andung-andungnya itu.
Musisi lain yang sama hebatnya dengan Tilhang Gultom adalah Nahum Situmorang. Jika Tilhang adalah musisi yang kuat instrument tradisinya, Nahum adalah musisi lintas jenis musik. Bila Tilhang adalah tangan kanan musik Batak, Nahum adalah tangan kirinya. Nahum banyak mengadopsi jenis musik dari Eropa. Antara lain pop, klasik, jazz dan latin. Walau begitu lirik-lirik lagunya tetap mengakar pada kehidupan masyarakat.
Sebagai seniman, Nahum menjelajahi berbagai tempat di Sumatera Utara. Di tempat-tempat yang dikunjunginya itulah, lagu-lagunya tercipta. Ia masuki manusia Batak dengan berbagai puak yang menghuninya. Ia melanglang buana dari Sidimpuan, Sipirok, Sibolga, Tarutung, Siborongborong, Dolok Sanggul, Sidikalang, Balige, Parapat, Pematang Siantar, Berastagi, dan Kabanjahe.
Terciptalah lagu-lagunya yang fenomenal hingga sekarang, antara lain “Assideng Assidoli” “Pulo Samosir” “Nasonang do Hita Nadua” “Nahinali Bangkudu” “Ketabo-ketabo” “Rura Silindung” “Dijou Au Mulak tu Rura Silindung” “Lissoi”. Nahum meninggal dunia di Medan, 20 Oktober 1969.
Hidup di Hati Masyarakat
Nahum dan Tilhang adalah peletak dasar musik Batak yang sampai saat ini masih terus dipentaskan. Jika Nahum menciptakan lagu-lagu yang cenderung pop lengkap dengan liriknya, karya-karya Tilhang justru bersifat reportoar. Nahum mencipta 200-an lagu. Karya Nahum dinyanyikan, sedangkan karya Tilhang dimainkan, baik dalam bentuk uning-uningan, gondang hasapi maupun sabangunan.
Karya-karya Nahum lebih bergema di panggung-panggung seremonial, sedangkan karya Tilhang ada di ruang-ruang adat dan budaya.
Selama karirnya, (1920-1973) pria kelahiran Desa Sitamiang, Pulau Samosir ini, Tilhang telah mencipta 360 lagu, 12 tumba dan 24 judul drama.
Namun sesudah 45 tahun wafatnya Nahum Situmorang dan 31 tahun sepeninggal Tilhang, karya-karya keduanya masih tetap eksis dalam jagad musik Indonesia. Karya-karyanya terus dinyanyikan dan diaransemen ulang pendatang-pendatang baru di musik Batak. Juga terus diproduksi secara industri. Sayangnya keberadaan Nahum dan Tilhang terabaikan. Tak ada prasasti yang didirikan untuk menghargai jasa-jasa mereka.