Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Industri wisata di berbagai belahan dunia terus berkembang. Industri ini dianggap paling strategis untuk meningkatkan perekonomian suatu bangsa di abad 21 ini, termasuk Indonesia, khususnya du Sumatera Utara.
Karena itu, Pemerintah Sumatera Utara harus terus berupaya meningkatkan kunjungan wisatawan, terutama yang berasal dari mancanegara. Salah satunya dengan menggairahkan kembali kepariwisataan Danau Toba.
Namun hal penting yang tak boleh dilupakan, pemerintah harus menjamin sebuah kawasan wisata tetap terjaga ekologisnya. Termasuk nilai-nilai sosial yang dianut masyarakatnya. Mengingat, dampak wisata sering berbanding terbalik dengan semangat konservasi. Semakin banyak wisatawan yang berkunjung ke suatu daerah, dampak negatif yang ditinggalkannya juga semakin banyak.
Karena, semakin banyak wisatawan yang datang, maka tingkat kebutuhan hunian pun semakin besar. Untuk memenuhi itu alih fungsi lahan pun dilakukan. Lahan yang dahulunya perladangan diubah menjadi perhotelan.
Kemudian, semakin tingginya penggunanan sumber daya listrik, terutama untuk hotel-hotel yang mengandalkan kemewahan. Bisa dibayangkan berapa besar sumber daya listrik yang terpakai untuk sebuah hotel berbintang. Berapa banyak hotel berbintang yang ada di sekitar Danau Toba.
Menurut pelaku wisata alternatif dari Komunitas Sumatera Hijau, Eduward Siallagan, dengan amkin banyaknya jumlah wisatawan dan kebutuhannya, maka produksi limbah juga akan semakin meningkat.
“Wisatawan memang membawa uang, tapi jangan lupa kedatangan mereka juga punya dampak negatif. Baik dari sisi ekologis maupun sosial. Mencari titik temu antara industri wisata dengan semangat konservasi sekarang mutlak diperlukan. Danau Toba bisa belajar dari Bukit Lawang. Di Bukit Lawang turis-turis dibatasi aksesnya kalau mau ketemu Orang Utan. Juga enggak bisa sesuka hati masuk keluar hutan,” katanya kepada medanbisnisdaily.com, Kamis (6/10/2017).
Dewasa ini berbagai bangsa di dunia menyerukan gerakan wisata yang sadar ekologi. Itulah salah satu tujuan wisata alternatif. Mencari konsep yang ideal.
Paramater ideal itu secara sederhana setidaknya dapat diukur dari tiga aspek. Pertama, bermanfaat secara ekonomis bagi masyarakat di sekitar objek wisata. Kedua, memenuhi syarat ekologis. Ketiga, tercapainya kepuasan bagi wisatawan itu sendiri. Bila ketiganya dipenuhi, barulah manfaat industri wisata itu baru benar-benar dapat dirasakan kedua belah pihak.
Sayangnya, konsep ideal itu belum sepenuhnya terpenuhi di seluruh objek-objek wisata yang ada di Indonesia. Termasuk dengan objek wisata di Kawasan Danau Toba yang dalam beberapa tahun ini ramai diperbincangkan. Kecenderungannya, pemerintah masih sekedar membangun fisik belum sampai pada tataran konsep.
Degradasi Sosial
Dampak negatif lain dari industri wisata itu adalah dari aspek sosial. Yakni, tergerusnya nilai-nilai sosial serta tatanan hidup masyarakat yang selama ini mengacu kepada norma dan adat-istiadat.
Tergerusnya nilai-nilai itu telah menimbulkan pergeseran cara pandang yang disertai dengan perubahan karakter. Nilai-nilai yang dibawa wisatawan sering bertentangan dengan nilai-nilai budaya yang dianut masyarakat lokal.
Ironisnya, meski bertentangan, namun faktanya kerap kali nilai-nilai masyarakat lokal itu justru yang tergerus. Contoh klasik adalah trend pergaulan bebas, konsumsi alkohol dan obat-obatan.
Sudah menjadi rahasia umum, sebagian besar wisatawan tidak lepas dari hal itu. Pemerintah pun sering “menutup” mata terhadap itu. Alhasil dampak ikutan yang dibawanya berimbas kepada masyarakat. Di antaranya maraknya kejahatan seksual, kawin kontrak atau bahkan perdagangan manusia, seperti yang sudah terjadi di berbagai objek wisata lain di Indonesia.
Semua dampak negatif itu merupakan tantangan yang harus dicari solusinya. Tidak hanya oleh pemerintah tetapi juga pelaku-pelaku yang bergerak di bidang jasa wisata.
“Perlu ada aturan yang ketat. Jangan sampai karena uang, semua kita gadaikan,” kata Eduward.
Di luar itu, para wisatawan juga harus menyadari bahwa ia juga harus bertanggung jawab dengan daerah yang dikunjunginya. Bertanggung jawab secara hukum maupun moral.
Bagaimana pun wisatawan adalah tamu yang harus dihormati. Tetapi tamu juga wajib menghargai tuan rumah yang didatanginya. Wisatawan bukanlah dewa yang boleh melakukan apa saja di tempat yang ia datangi.