Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Jika revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) disahkan jadi UU maka berpotensi membuat penjara di Indonesia mengalami kelebihan kapasitas. Alasannya karena masih banyaknya pasal-pasal di KUHP yang membuat seseorang mudah dipenjara.
Direktur Eksekutif ICJR, Supriadi berpendapat dalam RKUHP masih menjadikan penjara sebagai hukuman yang utama. Padahal tidak semua segala tindak pidana harus berakhir di penjara.
"Jadi harus diseleksi lagi apakah betul ini tindak pidana penting sekali atau tidak? Sekarang di lapas paling banyak pengguna narkotika hampir 30% lalu tindak pidana ringan selebihnya ya pemberatan, kekerasan kemudian korupsi dan sebagainya. Untuk tindak pidana ringan sebaiknya tidak harus dipenjara hanya denda saja seperti di versi anak saja. Itukan mengurangi beban dan itu yang harus dilakukan sekarang," kata Supriyadi, dalam diskusi di Bakoel Kofe, Jl Cikini Raya, Jakarta, Rabu (15/11/2017).
Menurutnya pasal yang perlu dikurangi pada RKUHP adalah pasal-pasal yang bersifat administratif atau perbuatan yang seharusnya tidak dipidana tetapi dipidana, seperti pasal kesusilaan, perzinahan dan pornografi. Menurutnya pasal-pasal yang bersifat administratif itu jika dipidana harus dengan pidana yang ringan saja atau jika bisa diselesaikan secara sosial lebih baik dengan cara sosial.
"Kesimpulannya bagi kami kelihatan rancangan KUHP masih belum memberikan tawaran yang memuaskan untuk situasi overload ini. Kami juga masih mengkhawatirkan kepadatan penjara pada jenis tertentu. Ada 3 jenis yang enggak perlu di lapas, itu anak-anak, narkoba, dan tindak pidana ringan itu harusnya diletakkan di luar penjara seperti denda dan sebagainya. Saran kami pemerintah dan DPR harus selektif mumpung masih ada waktu satu tahun dan jumlah pidana di penjara dapat berkurang," jelas Supriyadi.
Sedangkan Direktur Teknologi Informasi dan Kerja Sama Ditjen Pas, Aman Riyadi, mengatakan, pihaknya sudah sering memberikan pembebasan bersyarat kepada napi untuk mengurangi overcapacity. Napi yang mendapat pembebasan bersyarat adalah napi yang sudah menjalani 2/3 masa tahanan dari vonisnya.
"Kemudian langkah-langkah yang kami lakukan atau saran kami, ini baru usul ya, yaitu dapat dilakukan alternatif pemidanaan seperti denda, kerja sosial, ganti rugi terhadap korban, hukuman percobaan dan pelatihan masyarakat. Selain itu untuk mewujudkan lapas industri, revisi UU No 12 tahun 1993 tentang Permasyarakatan itu bisa dilakukan untuk menanggulangi over lapas," kata Aman di lokasi yang sama. (dtc)