Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily-Medan. Sudah saatnya Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprov Sumut) beserta kabupaten/kota di Sumut membangun potensi pariwisata berkelanjutan di masing-masing daerahnya. Hal ini mengingat sektor pariwisata sudah mulai menggeser kedudukan minyak dan gas sebagai sumber devisa negara. Apalagi, Indonesia salah satu negara yang masuk menjadi anggota The Global Sustainable Tourism Council (GSTC) yang disepakati di tingkat PBB (Perserikatan Bangsa-bangsa).
"Di mana ada 193 negara yang ikut di dalamny,a termasuk Indonesia. Karena itulah pemerintah melalui Kementerian Pariwisata (Kemenpar) membuat Peraturan Menteri Pariwisata (Permenpar) No 14 Tahun 2016 tentang Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan," kata Fasilitator Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan Kemenpar Edy Syahputra Sitepu kepada medanbisnisdaily.com, Kamis (16/11/2017), di Medan.
Permenpar itulah, kata dia, menjadi acuan bagi daerah dalam membangun pariwisata di daerahnya masing-masing.
Menurut Edy, pariwisata berkelanjutan terus berkembang karena permintaan konsumen tumbuh, dan pemasok industri perjalanan terus mengembangkan programâ€program hijau baru. Itulah kenapa pemerintah menciptakan kebijakan baru untuk mendorong praktekâ€praktek berkelanjutan di bidang pariwisata.
Tapi apa makna sesungguhnya dari pariwisata yang berkelanjutan? Bagaimana hal ini bisa diukur dan dan ditunjukkan secara kredibel, dalam rangka membangun kepercayaan konsumen, meningkatkan efisiensi, dan melawan klaim palsu?
Menurut Edy, GSTC diciptakan dalam upaya mendapatkan pemahaman umum tentang pariwisata berkelanjutan. Kriteria GSTC merupakan usaha minimum bahwa setiap organisasi manajemen pariwisata perlu memiliki tujuan ketika mempertimbangkan keberlanjutan dalam praktik mereka.
Untuk memenuhi definisi pariwisata berkelanjutan, kata Edy, destinasi harus mengambil pendekatan interdisipliner, holistik dan integratif yang meliputi empat tujuan utama.
Pertama, menunjukkan tujuan manajemen berkelanjutan, kedua, memaksimalkan manfaat sosial dan ekonomi bagi masyarakat setempat dan
meminimalkan dampak negatif. Ketiga, memaksimalkan manfaat bagi masyarakat, pengunjung dan warisan budaya dan meminimalkan dampak negatif, dan keempat, memaksimalkan manfaat bagi lingkungan dan meminimalkan dampak negatif.
"Kriteria GSTC dirancang untuk dapat digunakan oleh semua jenis dan skala destinasi. Kriteria GSTC diciptakan oleh masyarakat pariwisata sebagai bagian tanggapan atas tujuan pembangunan milenium dari Perserikatan Bangsaâ€Bangsa. Pengentasan kemiskinan dan kelestarian lingkungan (termasuk perubahan iklim)," jelasnya.
Kalau konsep ini dijalankan, Edy yakin, akan tercipta desa-desa wisata di Sumut yang memiliki nilai jual tinggi. Seperti di kawasan Danau Toba, banyak desa yang dapat dibentuk menjadi desa wisata dengan potensi yang memang sudah ada.
Tinggal bagaimana membenahinya, misalnya membuat "home stay" (penginapan) yang layak untuk turis asing. Kemudian membenahi SDM masyarakat setempat, membangun senyum dan keramahan. Dan, yang paling penting lagi, bagaimana mengemas potensi yang sudah ada itu. Misalnya, air hangat yang ada di Pangururan Kabupaten Samosir. Supaya lebih menarik mungkin perlu dibuat pondokan, tempat makan yang enak dan nyaman, dan lain-lain.