Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnsdaily.com - Medan. Prada Kiren Singh, Prajurit TNI AU Lanud Soewondo, yang didakwa melakukan penganiayaan terhadap wartawan Array A Argus mengakui perbuatannya.
Dalam sidang lanjutan di Pengadilan Militer I-02 Medan, Kiren yang didampingi penasehat hukumnya mengaku menendang Array hingga terjatuh. Ia berdalih, tindakan itu dilakukannya karena emosi. Peristiwa penganiayaan oleh sejumlah prajurit TNI AU kepada Array terjadi dalam aksi warga terkait klaim TNI AU atas lahan warga pada 15 Agustus 2016 silam.
"Siap majelis. Memang saya ada menendang saudara saksi (Array). Saya menendang saksi karena emosi," kata Kiren di hadapan Ketua Majelis Hakim, Letkol Chairul, Selasa (28/11/2017) sore.
Mendengar itu, hakim anggota Letkol Lunggun M Hutabarat sempat mencecar terdakwa. Lunggun mengatakan, tidak seharusnya Kiren melakukan penganiayaan. Sebab, institusi TNI tidak pernah mengajarkan prajurit bertindak arogan. Jikapun keberadaan wartawan di lokasi sengketa lahan tidak tepat, seharusnya TNI mengamankan saja tanpa melakukan penganiayaan.
"Jangan mentang-mentang kamu TNI, kamu arogan! Apa rupanya yang kamu pelajari selama pendidikan? Kan tidak ada diajarkan menganiaya masyarakat," tegas Lunggun. Ia mengatakan, gara-gara ulah Kiren, institusi TNI tercoreng. Tindakan kekerasan yang dilakukan Kiren dan Rommel tidak patut dicontoh oleh anggota TNI lainnya. Seharusnya, kata Lunggun, tindak kekerasan ini bisa dihindari.
"Apa ada atasan mu yang memerintah seperti itu? Kenapa kamu lakukan," tegas Lunggun. Mendengar hal itu, Kiren terdiam. Ia beberapa kali menundukkan kepalanya dalam. Dalam berkas acara pemeriksaan (BAP) saksi korban, Kiren juga disebut memukul rahang kanan Array. Ditanya mengenai hal ini, Kiren berdalih tidak melakukannya. Ketika ditanya hakim siapa lagi teman-temannya yang terlibat, Kiren geleng kepala. Ia melindungi teman-temannya yang ikut serta memukul, menendang, bahkan menginjak-injak Array.
"Saya tidak lihat (TNI AU) yang lainnya. Setelah saya menendang saksi, saya pergi karena disuruh Provost," kilahnya.
Terpisah, Array yang dimintai keterangannya oleh hakim bersikukuh menyebut Kiren sempat memukul rahang kanannya. Sehingga, karena tindakan Kiren, anggota TNI AU lainnya terpancing melakukan penganiayaan. Menurut Array, akibat penganiayaan ini, tubuhnya lebam-lebam.
"Terdakwa ini yang lebih dulu memukul saya. Saya juga tidak tahu apa alasan terdakwa memukul saya. Padahal saat itu, saya sudah menunjukkan kartu pers saat peliputan," ungkap Array. Selama kasus ini diproses, Array menduga ada permainan hasil visum oleh Rumah Sakit Abdul Malik Medan. Rumah sakit TNI AU itu disinyalir memanipulasi hasil visum milik Array. Harusnya, kata Array, agar hasil visum objektif, penyidik POM menyarankan saksi korban melakukan visum di rumah sakit lain, agar hasilnya objektif.
"Saya sempat visum di tiga rumah sakit berbeda, karena tidak ada rujukan dari polisi, ketiga rumah sakit ini tidak berani melakukan visum. Setelah saya melapor ke POM, kemudian diarahkan ke Rumah Sakit Abdul Malik. Waktu itu, masih ada bekas lebam di tubuh saya. Tapi ketika hasilnya keluar, visum tidak diberikan pada saya. Dan belakangan dijelaskan bahwa tidak ada lebam di tubuh saya," kata Array. Ia mengatakan, ketika tubuhnya masih lebam-lebam, pihak LBH Medan yang mendampingi korban juga mengetahui hal itu. Sehingga muncul tanda tanya, kenapa hasil visum di RS Abdul Malik menyatakan Array tidak mengalami luka sedikitpun.
Ketua Divisi Jaringan LBH Medan, Aidil A Aditya selaku penasehat hukum Array menduga Kiren berbohong saat memberikan keterangan. Kata Aidil, saat menjadi saksi terhadap terdakwa Pratu Rommel, Kiren sempat mengakui ada memukul wajah Array. Belakangan, keterangan Kiren berbeda dari persidangan sebelumnya. "Saya ingat betul waktu itu terdakwa telah mengakui turut pula memukul wajah Array. Namun pada sidang kali ini, keterangan itu malah berbeda," ungkap Aidil. Kendati demikian, Aidil meminta hakim bertindak objektif dalam memberikan putusan nantinya.
Keterangan Kiren dan Rommel yang mengakui memukul Array juga dikuatkan dengan keterangan Provost bernama Prasetyo yang pernah dipanggil dan dimintai keterangannya oleh hakim. Sehingga sudah selayaknya para terdakwa dijerat pasal penganiayaan bersama-sama serta diganjar hukum atas pelanggaran UU Pers. "Ini menjadi catatan hakim, bahwa keterangan saksi dan apa yang dialaminya benar adanya. Dan hakim harus memberikan hukuman yang adil bagi para terdakwa," ungkap Aidil.
Sebagaimana diketahui, kasus ini berawal saat Array bersama seorang rekan wartawannya Teddy Akbari melakukan peliputan aksi sengketa lahan di Kelurahan Sari Rejo, Kecamatan Medan Polonia pada 15 Agustus 2016 silam. Saat itu, Array dianiaya beramai-ramai oleh prajurit TNI Lanud Soewondo dan Paskhas. Sebelum melakukan penganiayaan, puluhan personel TNI AU sempat merusak rumah warga. Beberapa warga bahkan ditembak dengan peluru karet. Tak hanya merusak dan menganiaya warga, anggota TNI AU juga merusak kotak infaq masjid, dan kejadian ini terekam CCTV masjid.
Dari rekaman terlihat, anggota TNI AU dengan beringas masuk ke dalam masjid tanpa membuka alas sepatu. Salah satu jamaah masjid dianiaya dengan tongkat kayu hingga mengalami retak tengkorak belakang. Dalam kasus ini, sebenarnya banyak warga dan jurnalis yang melapor ke POM. Hanya saja, hanya laporan milik Array yang diproses. Tidak diketahui pasti kenapa laporan warga dan jurnalis lainnya tidak berujung ke pengadilan.