Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Direktur Pembinaan Jaringan dan Kerja Sama Antar Komisi dan Instansi KPK Dedie A Rachim digandeng Bima Arya untuk maju dalam Pilwalkot Bogor 2018. Pilihan Dedie itu sepatutnya dihormati meski ada tantangan yang akan dihadapi nantinya.
"Sebenarnya itu pilihan pribadi siapapun ya yang bekerja di KPK untuk terjun ke sektor mana pun jika memang dia berminat ya," ucap koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo kepada wartawan, Jumat (29/12).
Namun ada beberapa catatan yang disampaikan Adnan yang seharusnya dipegang teguh Dedie sebagai 'jebolan' KPK. Menurut Adnan, jangan sampai nantinya nama KPK tercoreng ketika Dedie terpilih.
"Yang pasti tentu jangan coreng nama baik KPK setelah di luar KPK karena bagaimana pun status itu akan terus melekat kepada siapa pun itu," ujar Adnan.
Terlepas dari itu, Adnan menyoroti tentang 'aturan main' yang seharusnya dimiliki KPK terkait hal seperti itu. Adnan menyebut harus ada jeda waktu ketika siapapun pejabat di KPK yang ingin hengkang dan mencoba karier di sektor lain, terlebih sektor dengan konflik kepentingan yang tinggi.
"Sebenarnya yang terpenting adalah apakah dengan lompat ke dunia politik praktis itu akan menimbulkan konflik kepentingan, karena bagaimana pun memang harus ada aturan main yang jelas mengenai karier setelah dari KPK itu dan berapa lama masa jeda orang untuk kemudian bisa masuk ke wilayah-wilayah yang dianggap rawan konflik kepentingan," kata Adnan.
"Politik praktis itu kan sebenarnya juga bagian dari sektor yang kalau dihadapkan dengan KPK itu konflik kepentingannya tinggi dan wilayah-wilayah yang rentan dengan konflik kepentingan dengan KPK itu memang harus ada periode sebaiknya orang di KPK itu harus break sebelum masuk ke sektor lainnya," imbuh Adnan.
Dia mencontohkan pimpinan KPK yang tiba-tiba menjadi komisaris BUMN selepas tak menjabat. Hal seperti itu seharusnya tidak terjadi karena konflik kepentingannya tinggi.
"Misalnya, pimpinan KPK tiba-tiba jadi komisaris, gitu, itu sesuatu yang bisa menimbulkan konflik kepentingan yang besar, apalagi komisaris BUMN, yang mungkin BUMN itu punya kasus dan KPK harus tangani itu, nah kalau komisarisnya mantan pimpinan KPK dan belum ada jeda waktu dari setelah menjabat sebagai pimpinan KPK terus jumping ke BUMN sebagai komisaris, ini kan masih bisa menggunakan pengaruhnya. Nah itu yang sebenarnya dihindari," ujar Adnan.
Namun, Adnan berharap, apabila nantinya Dedie terpilih di bursa Pilwalkot Bogor, Dedie dapat menerapkan ilmu yang didapatnya di KPK. Dengan begitu, apa yang didapatnya di KPK dapat langsung dicoba di lapangan.
"Harapannya sih dalam konteks bagi orang KPK yang masuk ke politik praktis, dia bisa membangun sistem tata kelola pemerintahan yang lebih baik ketika menjabat atau terpilih, itu sisi positifnya karena dia punya modal pengetahuan, keterampilan, skill yang cukup untuk membangun birokrasi yang sehat di wilayah yang dia akan menjadi pejabat publik," ucap Adnan.
Sebelumnya, Dedie merasa ajakan Bima Arya adalah tantangan yang layak diperjuangkan. Dedie pun sedang mempersiapkan pengunduran dirinya dari KPK. Sementara itu Ketua KPK Agus Rahardjo sudah memberi restu kepada Dedie. Dia berharap anak buahnya ini bisa mengimplementasikan ilmunya, mewujudkan pemerintahan yang bersih.
"Merestui dan mendukung, agar bisa membantu mewujudkan pemerintahan yang efektif dan bersih serta bebas KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme) di Kota Bogor," ucap Agus saat diminta konfirmasi melalui pesan singkat sebelumnya. (dtc)