Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jember - Jember menduduki peringkat ketiga sebagai daerah dengan angka perceraian tertinggi di Indonesia. Di Jawa Timur, peringkatnya ada di nomor dua, setelah Kabupaten Malang.
Terkait hal ini, Drs Anwar, SH, M.H.Es, Humas Pengadilan Agama Jember menyebutkan, faktor yang paling sering ditemukan melatarbelakangi upaya perceraian adalah masalah ekonomi.
"Para suami itu umurnya sepertinya belum cukup, mental belum cukup, kerjaan belum mapan, sementara kebutuhan selain pokok, sudahlah namanya bakso namanya pulsa, kalau penghasilannya hanya 50 (ribu, red) gimana?," urainya kepada detikcom, Jumat (2/3/2018).
Selain tidak mencukupi, ada juga kasus di mana suami berpenghasilan kecil sedangkan istri meminta lebih. Kedua, karena cemburu buta, terutama pada pasangan muda, yaitu kisaran umur 19-22 tahun.
"Usia 19-22 itu kan hubungan dengan kawan masih akrab, baik dengan laki2 maupun perempuan. Yang istri punya kawan laki-laki, temen sekolahnya dulu. Laki-lakinya punya temen perempuan yang masih seneng main. Disinilah ada cemburu," jelasnya.
Sedangkan untuk pasangan dengan tingkat ekonomi menengah ke atas, biasanya karena ada pihak ketiga. "Ekonominya mapan, pendidikannya mapan, lalu biasanya karena pihak ketiga," imbuhnya.
Anwar menambahkan, sebenarnya perceraian di Jember juga ada yang dipicu oleh kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Hanya saja jarang dilaporkan dalam gugatan.
"1-2 ada seperti karena kasar suaminya. Tapi jarang diungkap itu karena kayaknya dijaga pihak istri. Nanti alasannya dibikin ekonomi," ungkapnya.
Padahal menurut hemat pria yang juga menjadi Hakim di Pengadilan Agama Jember itu, tindak KDRT yang dilakukan pasangan yang bercerai di Jember sebenarnya juga bermuara dari masalah perekonomian.
"Suami yang tidak mampu mencukupi kebutuhan istrinya itu cenderung dia sok garang, kasar, supaya istrinya tidak minta-minta," terangnya.
Di sisi lain, istri masih memikirkan keselamatan suami serta kondisi psikis anak. "Karena kalau udah menyangkut KDRT kan wilayahnya ke pidana. Kalo ke pidana, suami dipenjara, gimana anaknya kan mikir itu, menjaga mental anak juga," pungkasnya. dtc