Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta
Petugas gabungan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan TNI AL menangkap kapal yang mencuri hiu di Laut Natuna. Kapal Borneo Pearl berbendera Indonesia itu diketahui milik Politeknik Negeri Pontianak.
Penangkapan kapal itu dilakukan pada Sabtu (28/7), sekitar pukul 15.30 WIB. Ada 10 anak buah kapal yang diamankan, dan empat mahasiswa.
"Didapat data bahwa Borneo Pearl berbendera Indonesia ternyata merupakan kapal dari Politeknik Negeri Pontianak. Ada 10 ABK dan 4 mahasiswa," kata Pangarmabar TNI AL Laksamana Muda Yudo Margono saat jumpa pers di Gedung Mina Bahari IV, Gedung KKP, Jakarta Pusat, Selasa (31/7).
Dalam penangkapan itu ditemukan muatan ikan hiu seberat hampir 1 ton. Yudo menyebut saat ditangkap kapal itu tak dilengkapi surat izin penangkapan.
"Ditemukan muatan ikan hiu 980 kg, sirip hiu 5 kg, dan cumi 25 kg. Alat tangkapnya adalah covering net untuk menangkap cumi. Kapal tidak dilengkapi dengan surat izin penangkapan ikan, surat yang ada kadaluarsa atau mati," terangnya.
Tak hanya itu, Yudo menambahkan pihaknya juga menemukan sejumlah pelanggaran terkait izin. Yudo menyebut pihaknya sudah berkoordinasi dengan Politeknik Negeri Pontianak terkait kapal ini.
"Mereka tidak dapat surat layak operasi. Mereka juga tidak dapat surat persetujuan berlayar. Tidak ada surat izin penangkapan ikan. Dari data ini sudah dikoordinasikan dengan Politeknik Negeri Pontianak. Nantinya akan kita proses hukum sesuai ketentuan yang berlaku," terangnya.
Di lokasi yang sama, Rektor Politeknik Negeri Pontianak Toasin Asha menjelaskan kapal Borneo Pearl itu diproduksi tahun 2012 dan dioperasikan pada 2013. Dia mengatakan kapal itu memang digunakan untuk pelatihan menangkap ikan, dia mengaku kaget dengan temuan TNI AL.
"Kejadian itu mengagetkan saya, ini kan sudah berjalan ada surat tugas keluar, surat pelayaran ternyata ini nahkoda kapal ada revisi yang tidak bisa diselesaikan," ucap Toasin.
Dia mengaku bakal mengkaji soal temuan penangkapan hiu yang dipersoalkan tersebut, apakah jenis hiu yang dilindungi atau bukan. Dia memastikan bakal menindaklanjuti jika kapal itu digunakan untuk kepentingan bisnis.
"Soal ada hiu dalam perlindungan, kami merasa, sebenernya ini akan kita lihat apakah ini kapal ini ada transaksi penjualan atau nggak. Karena kapal ini untuk pelatihan penangkapan saja. Bukan untuk kepentingan bisnis. Kalau ada jual beli tadi itu maka akan kami tindak lanjuti. Hiu yang ditangkap itu bukan hiu yang dilindungi. Ini masih bisa didiskusikan," urainya.
Terkait temuan kapal latih ini, Kepala Badan Riset dan SDM KKP Syarif Hidayat memastikan seluruh jurusan kelautan perguruan tinggi wajib memiliki surat izin perikanan. Hal ini untuk antisipasi penyelewengan atau penyalahgunaan fungsi kapal itu.
"Besok kita sinergikan semua jurusan kelautan di seluruh perguruan tinggi. Kapal latih dan research itu kapal perikanan, lalu kapal-kapal perikanan harus punya surat izin perikanan. Kapal yang akan berlayar harus memiliki surat izin berlayar dari syahbandar perikanan," terangnya.
Sementara itu, Menteri Susi Pudjiastuti mengapresiasi penangkapan tersebut. Susi mengimbau jajarannya agar selalu waspada dengan pencurian ikan.
"Saya ucapkan terima kasih atas penangkapan kapal yang menangkap ikan hiu yang dilarang dari mahasiwa itu. Penangkapan ikan hiu itu, lalu ada penangkapan kapal asing di Vietnam. Ini modus mereka nih lagi meningkat sampai akhir tahun. Kita harus tetap waspada, terus dilakukan insentif. Selesai angin barat ini kan ada musim tangkap kan, jadi harus waspada. Koordinasi semua unsur," pesan Susi lewat video conference.
Dia berpesan agar institusi pemerintah bersih dari tindakan illegal fishing. Susi mendorong evaluasi seluruh jajarannya dan menegaskan hukum tidak tebang pilih.
"Jangan sampai institusi ini jadi kartel buat illegal fishing. Kalau kita instansi pemerintah melakukan ini, gimana nanti masyarakat. Jadi, saya tetap minta untuk diproses tidak ada dispensi, tidak boleh ada. Jadi, kita musti evaluasi semua ini, semua harus tunduk pada peraturan yang berlaku saat ini," tegas Susi.(dtc)