Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta
Seorang anak korban pemerkosaan divonis penjara oleh hakim Pengadilan Negeri Muara Bulian, Jambi, karena dinilai menggugurkan janinya. Polri akan mengecek bagaimana penanganan kasus itu saat di kepolisian.
"Polri menemukan alat bukti yang tak terbantahkan, dua alat bukti minimal kan kita bisa menentukan tersangka. Tapi ketika memutuskan menetapkan tersangka, tapi bakal ada peristiwa yang besar yang mengorbankan jiwa, memporak-porandakan kebatinan semua orang, kita tidak akan lakukan penegakan hukum," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Mohammad Iqbal di sela acara FGD Divisi Humas Polri, Hotel Amarossa, Jalan Pangeran Antasari, Cilandak, Jakarta Selatan, Selasa (31/7).
Iqbal menekankan prinsip penegakan hukum untuk menciptakan keadilan. Demi keadilan, dengan wewenang diskresi, polisi dapat mengesampingkan fakta hukum.
"Tergantung dengan situasi dan kondisi di lokasi itu, karena kita prinsipnya penegakan hukum itu untuk keadilan, keadilan untuk semua. Demi kepentingan lebih besar, bisa saja fakta hukum diabaikan," jelas Iqbal.
Penerapan diskresi kepolisian, dijelaskan Iqbal, dapat berbentuk penyelesaian di luar hukum. "Demi kepentingan misalnya kita lakukan upaya diskresi kepolisian, misalnya penyelesaian di luar hukum. Jadi tetap ada keadilan, perdamaian, sanksi sosial tapi tidak diproses hukum," terang Iqbal.
Terkait protes beberapa LSM atas penegakan hukum yang dilakukan terhadap korban pemerkosaan tersebut, Iqbal menuturkan kasus ini akan menjadi masukan untuk Polri mengevaluasi diri.
"Terima kasih untuk teman-teman LSM. Ini menjadi masukan. Kita coba cek ke bawah, ke Polda Jambi, seperti apa fakta hukum yang sebenarnya terjadi di sana," ucap Iqbal.
Sebelumnya, anak di Jambi itu diperkosa kakaknya sendiri yang masih anak-anak. Korban panik karena hamil dan menggugurkannya. Penegak hukum setempat memproses si korban dan kini malah memenjarakan dia.
"Yang namanya korban harusnya dapat pendampingan, ternyata dia malah dapat vonis hukum karena dia melakukan aborsi," kata perwakilan Kesatuan Alumni Atma Jaya, Popo di Gedung KY, Jalan Kramat Raya, Jakpus, Senin (30/7).
Hal serupa juga diserukan dari LSM Save All Women and Girls, Nanda Dwintasari. Nanda menyebutkan kasus di atas mengacu pada Peraturan Pemerintah No 61 tentang Kesehatan Reproduksi. Yaitu aborsi dibolehkan dengan pengecualian salah satunya itu korban perkosaan.
"Ada sosialisasi yang kurang dari pemerintah sehingga masyarakat kurang paham. Jadi belum dapat sepenuhnya diimplementasikan. Tapi kita mengetahui bahwa korban pemerkosaan juga boleh melakukan aborsi ya. Itu harus menjadi salah satu tolok ukur juga," cetus Nanda.(dtc)