Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Sembilan strategi untuk mendorong pengembangan sektor pariwisata yang baru-baru ini disepakati pemerintah pusat, Pemda, Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dikhawatirkan hanya sebatas melengkapi kesepakatan-kesepakatan sebelumnya. Ujung-ujungnya kesepakatan yang lahir dari buah pikiran dan tertuang dalam sejumlah rapat koordinasi maupun melalui produk hukum menemui jalan buntu dan tak kunjung terealisasi.
"Faktanya kesepakatan-kesepakatan yang selama ini lahir bertolak belakang dengan kondisi di lapangan. Kita terlalu banyak melahirkan kesepakatan dan menggelar rapat koordinasi, buat peraturan tapi mandul di eksekusi," tegas anggota DPRD Sumut dari Fraksi Gerindra, Richard Pandapotan Sidabutar kepada wartawan Kamis (30/8/2018) saat disinggung soal 9 strategi untuk mendorong pengembangan sektor pariwisata yang merupakan kesepakatan dalam Rakorpusda yang digelar di Yogyakarta Rabu (29/10/2018).
Dijelaskan Richard, persoalan utama yang dihadapi dalam pengembangan sektor pariwisata termasuk di Sumut, seperti halnya Danau Toba adalah lemahnya koordinasi dan sinergisitas kebijakan antar pemangku kepentingan. Hal ini disejak jauh hari sudah diketahui dan telah menjadi pembahasan baik ditingkat pusat, daerah maupun stake holder terkait lainnya. Hanya saja kenyataan lanjut Richard persoalan yang ada tak kunjung tuntas dan malah semakin rumit.
"Contoh kecilnya seperti ini sajalah, soal kerambah jaring apung (KJA) diatur dalam zonasi. Tapi coba lihat sampai sekarang ada tidak eksekusinya. Bagaimana kita mau bicara strategi memajukan pariwisata kalau kita masih sibuk berdebat soal aturan dan perijinan. Padahal aturannya sudah jelas Perpres No 81 tahun 2014 tentang rencana tata ruang kawasan Danau Toba. Makanya saya bilang kita ini terlalu banyak wacana eksekusi tak ada," sesal Richard lagi.
Melihat kenyataan itu lanjut Richard, anggapan bahwa pemerintah belum begitu serius dalam pengembangan pariwisata di Sumatera Utara khususnya danau toba tidak bisa bantah. Richard pun mempertanyakan Peraturan Dearah (Perda) No 1 tahun 1990 tentang penataan kawasan Danau Toba yang sampai saat ini tidak diketahui realisasinya baik berupa Peraturan Gubernur maupun peraturan-peraturan lainnya.
"Kita tidak tau kawasanan destinasi wisatanya apa saja. Hal ini tentu juga memperumit saat bicara tata kelola anggarannya. Mana kewenangan pemerintah pusat, mana kewenangan Provinsi, Kabupaten kota tak jelas. Bagaimana mau bicara memperkuat koordinasi dan sinerjisitas. Akhirnya masing-masing berjalan sendiri. Termasuk juga BPODT, lihatlah kerja masih sebatas sosialisasi dan buat seminar. Kita masih saja berkutat pada berwacana semata. Belum pada tahap membangun gagasan membangun pariwisata berbasis budaya dan kearifan lokal yang sebenarnya memiliki potensi yang cukup besar," pungkas anggota Komisi B itu.