Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Pelemahan nilai tukar rupiah tidak mampu mendongkrak harga jual karet. Padahal, kinerja rupiah yang diawal tahun sempat bertengger dikisaran Rp 13.700-an per dolar Amerika Serikat (AS), saat ini harganya sudah menyentuh Rp 14.800 per dolar AS, atau melemah sekitar 8%. Seharusnya pelemahan rupiah tersebut bisa mendongkrak harga jual di tingkat petani, karena secara valuasi nilai ekspor karet memang mengalami kenaikan.
Namun sayangnya, harga karet belakangan justru mengalami penurunan. Kalau di awal tahun harga karet sempat menyentuh 200 yen per kg, saat ini harga karet hanya bertengger dikisaran 150-an yen per kg. "Sudah anjlok sekitar 25% selama tahun berjalan. Jadi petani kita tidak diuntungkan sama sekali dengan pelemahan mata uang rupiah belakangan ini," kata pengamat ekonomi Sumut Gunawan Benjamin, Selasa (4/9/2018).
Pelemahan rupiah juga berpeluang membuat petani mengalami kerugian. Karena pelemahan rupiah justru diikuti dengan penurunan harga karet dunia. Ini membuat bisnis karet di tanah air belum menjanjikan. Dampaknya tentu akan berimbas pada daya beli masyarakat yang belum akan pulih khususnya yang disumbangkan dari para petani karet yang masuk di subsektor perkebunan.
Sisi eksternal masih menjadi kendala dalam pemulihan harga karet. Dengan banyaknya isu negatif yang berkembang belakangan ini, sulit berharap harga karet akan pulih dalam waktu dekat.
"Semuanya masih serba tidak pasti. Dan saya yakin respon pemerintah dalam menyikapi harga karet tidak akan banyak. Karena memang opsinya sangat terbatas," kata Gunawan.
Kalau sawit diatasi dengan memaksa penggunaan biodiesel, karet yang memiliki produk turunan sedikit sulit untuk dilakukan upaya penyerapan konsumsi domestik. Itu sebabnya, harga karet akan sangat bergantung kepada perkembangan ekonomi eksternal. Dimana lagi-lagi Indonesia tidak memiliki kekuatan untuk mengendalikannya.