Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Mengapa nilai-nilai budaya Batak (Toba) terasa kurang "menggarami" kehidupan masyarakatnya? Jika memang nilai-nilai budaya itu baik, mengapa masyarakat Batak masih ada yang mempertentangkannya?
Demikian salah satu pertanyaan yang disampaikan salah seorang peserta dalam seminar nasional bertajuk " Meningkatkan Ketahanan Budaya Batak yang Kristiani", di Universitas HKBP Nommensen, Jalan Sutomo Ujung, Medan, Sabtu sore (8/9/2018).
Menjawab itu, Ephorus Emiritus HKBP Pendeta J Hutauruk, salah seorang pembicara seminar itu menegaskan, harusnya nilai-nilai budaya juga dapat "menggarami" kehidupan masyarakat. Sayangnya nilai-nilai budaya itu banyak yang belum tergali dengan baik. Sehingga belum terwujud seperti nilai-nilai dalam agama.
Pendapat itu diperkuat oleh Pendeta Agustinus Pangrapen Purba. Agustinus yang merupakan salah seorang moderamen di Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) itu mengatakan, hal itu merupakan tantangan tersendiri. Menurutnya bahkan di internal gereja sendiri masih belum terjalin sinergi dan pemahaman tentang hakikat kebaikan.
"Belum lama ini kami ke salah satu gereja di Kabupaten Karo dalam urusan pengungsi Sinabung. Kami terkejut, ketika salah seorang 'pengurus' gereja di sana mengatakan, bahwa gereja adalah rumah untuk hamba Tuhan bukan rumah bagi pengungsi," ujarnya.
Pembicara lainnya, Pastor Dr. Togar Nainggolan menjelaskan di masyarakat Batak (Toba) masih lazim pendapat bahwa ketika seseorang menggali nilai-nilai budaya Batak (Toba) kerap dicurigai sebagai penganut sipelebegu (penyembah berhala). Ini yang membuat orang "malas" menggali nilai-nilai budaya Batak (Toba) itu dengan serius.
Narasumber lainnya dalam seminar itu adalah Kepala Dokumentasi dan Pengkajian Kebudayaan Batak Universitas HKBP Nommensen Medan, Manguji Nababan. Dalam makalahnya, Manguji menyuguhkan konsep sinergitas antara budaya dan wisata.
Menurutnya keduanya harus harmonis. Jangan karena pengembangan wisata, nilai-nilai budaya yang sudah "hidup" dalam masyarakat dan terbukti baik, jadi hancur, jelasnya.