Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Simalungun. Pengurangan Keramba Jaring Apung (KJA) akan mengurangi pemenuhan kebutuhan ikan di Indonesia, karena selama ini merupakan salah satu kontributor terbesar produksi ikan.
Sekretaris Jendral Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI), Agung Sudaryono, dalam siaran pers yang disampaikan kepada wartawan di Simalungun, Rabu (31/10), menyatakan, dalam diskusi KJA yang diselenggarakan di Yogyakarta, 26 Oktober 2018, terungkap bahwa pengurangan KJA akan mengganggu pemenuhan kebutuhan konsumsi ikan Indonesia yang mencapai 40 kg per kapita per tahun pada tahun 2019.
Dampak lain pengurangan KJA menurut Agung, hilangnya mata pencaharian masyarakat umum, pembudi daya ikan, dan karyawan perusahaan budi daya ikan, sehingga berimbas pada melemahnya perekonomian masyarakat.
“Besarnya produksi ikan air tawar yang dihasilkan dari metode KJA membuktikan bahwa KJA merupakan ujung tombak bagi pemenuhan kebutuhan protein hewani yang terjangkau bagi masyarakat, yakni ikan. Adanya KJA di perairan umum adalah untuk mendukung visi Presiden Joko Widodo bahwa nelayan harus mampu meningkatkan kemampuan budi daya ikan untuk mengurangi ketergantungan pada ikan hasil tangkapan. Terganggunya KJA akan berdampak tidak hanya pada sektor ekonomi masyarakat, namun juga stabilitas pangan nasional,” jelas Agung.
Dia mencontohkan, di Danau Toba, Sumatra Utara (Sumut), jumlah KJA dibatasi setara produksi 10.000 ton mulai tahun 2017 dari semula 62.000 ton per tahun di tahun 2016. Pada tahun 2016 itu, paparnya, terdapat 11.287 unit KJA di Danau Toba yang 95 persen di antaranya dimiliki oleh penduduk sekitar, sedangkan sisanya dimiliki oleh dua perusahaan.
Pengurangan KJA di Danau Toba menurutnya berpotensi menyebabkan kerugian ekonomi senilai Rp 1,7 triliun per tahun. Angka tersebut berasal dari nilai ikan yang dilarang diproduksi di danau, nilai pakan ikan yang tidak digunakan lagi, KJA dan pengapungnya yang dilarang digunakan, benih ikan yang tidak lagi digunakan, tenaga kerja yang menganggur, hingga hilangnya kesempatan ekonomi turunan bagi warga sekitar keramba seperti warung makan.
"Karena dampak ekonominya besar, pengurangan jumlah KJA akan menimbulkan goncangan sosial ekonomi berupa pengangguran massal di wilayah KJA. Hal ini tidak hanya berlaku terhadap masyarakat pembudi daya dan karyawan perusahaan pembudi daya ikan, namun juga seluruh elemen yang selama ini bergantung pada KJA, seperti tenaga buruh bongkar muat, penjual pakan ikan, tenaga pemanen, tenaga packing, buruh transportasi, hingga pemilik warung makan dan warung kopi. Pengangguran massal dapat berujung pada terciptanya konflik sosial, karena mata pencaharian masyarakat terampas," sebut Agung.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatra Utara (Sumut), Mulyadi Simatupang, yang turut hadir dalam diskusi tersebut, mengatakan bahwa visi-misi gubernur Sumut dalam pemerintahan adalah masyarakat yang maju, aman, sejahtera, dan bermartabat.
"Selain bermartabat secara sosial ekonomi, tetapi juga bermartabat secara ekologi. Salah satunya dengan mendukung keberlangsungan keramba jaring apung melalui program pembinaan. Diskusi yang dilaksanakan MAI menjadi bahan pertimbangan bagi kami untuk membuat kebijakan-kebijakan yang win-win solution,” sebut Mulyadi.