Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Ada berbagai sudut pandang terkait asal-usul dinasti Sisingamangaraja dalam peradaban di Tanah Batak. Antara lain, mitos/spritual, silsilah, genetik dan ideologi. Masing-masing menjadi klaim yang memperkaya sejarah dinasti dan ketokohan Sisingamangaraja.
"Dengan melihat berbagai sudut pandang itu, pembahasan tentang sosok Sisingamangaraja berikut dinastinya akan terasa lebih utuh," papar Thompson Hs, dalam diskusi terbatas tentang asal-usul dinasti Sisingamangaraja, Jumat (25/1/2019), di Kantor Balar Sumut, Jalan Seroja Raya, Gang Arkeologi, No 1, Tanjung Selamat, Medan Tuntungan, Kota Medan.
Dikatakan Thompson, dari sisi mitos/spiritual setidaknya ada 3 deskripsi yang dilekatkan atas sosok Sisingamangaraja. Pertama, sebagai inkarnasi Batara Guru (satu dari tiga dewa terpenting orang Batak). Kedua, sebagai "adopsi" visnu (merujuk pada ajaran India). Ketiga, Raja P" ik "ien/si leher besar (sosok raja yang pada masa itu telah dikenal dan dihormati bahkan di seluruh negara di Asia (termuat dalam hipotesis Heine Geldern).
Dari sudut silsilah, sebagaimana cerita yang berkembang di masyarakat Batak, Sisingamangaraja (I) adalah putra dari Bonanionan dengan Boru Pasaribu. Sisingamangaraja (I) lahir sebagai anugerah karena terlahir sebagai manusia dengan berbagai keajaiban. Untuk seterusnya beranak-pinak sampai generasi XII.
Sedangkan dari sudut genetik, jelas Thompson yang mengacu kepada hipotesa antropolog Jane Drakad, Sisingamangaraja (I) adalah putra Ibrahimsyah dari pernikahannya dengan putri raja sebelumnya di Bakkara. Ibrahimsyah disebut-sebut pedagang/penyiar agama Islam yang masuk ke Sumatra melalui Barus, sekitar abad 15. Ia hijrah ke Bakkara untuk mencari kehidupan baru/bertualang.
Sedangkan secara ideologis, Sisingamangaraja disebut-sebut sebagai trah pilihan "dinasti langit" yang diutus Mulajadi Nabolon (Pencipta) untuk meneruskan dan menguatkan ajaran kebatakan yang telah dirintis pendahulunya Raja Uti (tokoh suci di Batak). Kemudian melalui legitimasi kelompok Parbaringin (pendeta, para pendoa, tabib, ahli perbintangan) dinasti Sisingamangaraja (I-XII) pun diakui sebagai kekuasaan yang mengatur jalannya adat, pemerintahan dan hukum bagi sebagian masyarakat Batak.
Diskusi dihadiri 33 orang pemerhati sejarah dan budaya Batak. Diskusi lanjutan akan digelar pada Februari mendatang dengan topik Sisingamangaraja bermarga Batak.
"Ini masih tahap merangsang. Untuk diskusi lanjutan akan diberitahu lebih detail," jelas Thompson, selaku inisiator diskusi.