Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-New York. Program nuklir dan rudal balistik Korea Utara (Korut) dilaporkan masih tetap utuh hingga kini. Otoritas Korut disebut sengaja memanfaatkan bandara dan fasilitas sipil lainnya untuk melindungi persenjataannya dari potensi serangan militer Amerika Serikat (AS).
Seperti dilansir AFP, Rabu (6/2/2019), laporan panel pakar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut bahwa sanksi-sanksi internasional yang selama ini diberlakukan terhadap Korut ternyata 'tidak efektif'. Disebutkan laporan tersebut bahwa Korut masih bisa mendapatkan pengiriman ilegal produk-produk minyak, menjual batu bara yang dilarang dan melanggar embargo persenjataan.
"Program nuklir dan rudal balistik Republik Demokratik Rakyat Korea (DPRK -- nama resmi Korut) tetap utuh," sebut laporan pakar PBB itu seperti dilihat AFP.
"Panel menemukan bahwa DPRK menggunakan fasilitas-fasilitas sipil, termasuk bandara-bandara untuk merakit dan menguji coba rudal balistik dengan tujuan secara efektif mencegah serangan-serangan 'decapitation'," imbuh laporan tersebut. Serangan 'decapitation' merupakan sebutan untuk strategi militer yang bertujuan melengserkan pemimpin atau komando dan kontrol sebuah pemerintahan atau kelompok jahat.
Laporan pakar PBB yang bersifat rahasia itu telah diserahkan kepada Dewan Keamanan PBB. Penyerahan dilakukan saat Presiden AS Donald Trump mempersiapkan rencana pertemuan puncak (KTT) kedua antara dirinya dengan pemimpin Korut Kim Jong-Un. Dalam pidato kenegaraan di Washington DC, Trump mengumumkan KTT kedua akan digelar di Vietnam pada 27-28 Februari mendatang.
Diketahui bahwa pemerintahan Trump memimpin penerapan serangkaian sanksi-sanksi ekonomi PBB terhadap Korut, sebagai respons atas uji coba nuklir dan peluncuran rudal oleh rezim komunis itu tahun 2017. Pada praktiknya, menurut laporan panel pakar PBB, rezim Korut masih bisa melakukan transfer minyak, bahan bakar dan batu bara ilegal dengan menggunakan jaringan kapal-kapal di laut untuk mengelak dari sanksi-sanksi itu.
"Pelanggaran-pelanggaran ini membuat sanksi-sanksi terbaru PBB tidak efektif, dengan mencemooh batasan impor produk petroleum dan minyak mentah juga larangan batu bara yang diterapkan tahun 2017," demikian bunyi laporan tersebut.
Resolusi sanksi-sanksi PBB menetapkan batasan 4 juta barel minyak mentah per tahun dan 500 ribu barel produk minyak sulingan untuk Korut. "Panel menemukan bahwa pelabuhan-pelabuhan dan bandara-bandara DPRK digunakan untuk pelanggaran merajalela terhadap resolusi itu, mulai dari impor minyak ilegal dan ekspor batu bara ilegal hingga penyelundupan sejumlah besar uang tunai oleh warga-warga DPRK," sebut laporan itu.
Tidak hanya itu, laporan pakar PBB juga menyatakan Korut terus melanggar embargo persenjataan dan berupaya menyuplai senjata ringan ke Suriah, pemberontak Houthi di Yaman, Libya dan Sudan melalui perantara asing. "Sanksi-sanksi finansial menjadi langkah-langkah yang diterapkan secara buruk dan dihindari secara aktif," imbuh laporan tersebut.
Masih menurut laporan pakar PBB itu, institusi-institusi finansial Korut masih beroperasi di sedikitnya lima negara meskipun ada pembatasan dari PBB. Diplomat-diplomat Korut disebut membantu rezim komunis itu menghindari sanksi dengan mengendalikan rekening-rekening bank di berbagai negara.
Seorang diplomat dari Dewan Keamanan PBB, seperti dilansir CNN, menyebut ada beberapa bank AS dan Singapura yang terlibat dalam memfasilitasi pembayaran bahan bakar Korut. Bahkan, sebut diplomat yang enggan disebut namanya itu, ada sebuah lembaga penjamin terkemuka Inggris yang 'memberikan perlindungan dan menutupi kerugian salah satu kapal yang terlibat'.
Pekan lalu, Trump memuji Korut telah melakukan 'kemajuan besar' dalam perundingan menuju denuklirisasi. Usai bertemu Kim Jong-Un pada Juni 2018, Trump bahkan menyatakan ancaman nuklir Korut telah hilang, meskipun tidak ada bukti konkret yang membuktikan klaim itu. Pada Januari tahun ini, Pengkajian Pertahanan Rudal Pentagon menyatakan Korut tetap menjadi 'ancaman luar biasa' bagi AS. (dtc)