Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
“Siapa kira-kira yang menang ya dalam Pilpres dan Pileg?” tanya Porjan kepada Bargot saat kedua sohib itu berbincang di sebuah kafe di pojok kota ini. “Ah, pertanyaanmu salah. Mestinya yang kau tanya, siapa yang kalah,” sahut Bargot. “Lho, kok begitu?” tanya Porjan.
“Begini. Jika dalam Pilpres yang menang dan kalah hanya satu pasangan calon (paslon). Tapi dalam Pileg, waduh jumlah yang kalah mencapai ratusan ribu orang,” kata Bargot.
Sebagai contoh, Partai Nasdem saja mendaftarkan sekitar 20.931 calon anggota legislatif (Caleg) DPR RI, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota seluruh Indonesia. Jika ada 16 partai, diperkirakan ada 300.000-an caleg yang bertarung dalam Pileg 2019.
Padahal yang diperebutkan untuk anggota DPR RI hanya 575 kursi. Inilah yang diperebutkan oleh 7.968 orang caleg yang masuk DCT anggota DPR RI pada Pemilu 2019.
Jumlah kursi untuk DPRD provinsi pun hanya sekitar 2.207 kursi dan kabupaten/kota hanya 17.610 kursi. Inilah, yang diperebutkan oleh ratusan ribu caleg di seluruh Tanah Air.
“Artinya, lebih banyak yang cemberut ketimbang yang tersenyum,” kata Bargot. “Jadi tidaklah adil jika disebutkan sebagai victory day (hari kemenangan), padahal lebih banyak yang didera day of defeat (hari kekalahan),” simpul Bargot.
Belum lagi akan ada partai politik yang tidak lolos ke Senayan. Yakni, partai politik yang tidak mencapai batas parliament treshold 4%.
Tak urung, Porjan pun berempati kepada yang kalah. “Apalagi mereka sudah berkeringat. Dana, pikiran dan tenaga yang mereka keluarkan tidak sedikit,” katanya.
“Tapi saya kira, mereka yang kalah itu betapapun sudah ikut membangun demokrasi di negeri ini. Karena mereka kalah lah ada yang menang,” tanggap Bargot. “Rasanya yang menang haruslah berterima kasih kepada yang kalah,” tambahnya.
“Anda benar. Meskipun harus dikatakan bahwa kompetisi Pemilu didasari pada proses, barulah kemudian memetik hasil,” kata Porjan. “Boleh jadi yang kalah kurang maksimal dalam berposes sehingga hasilnya tidak memuaskan,” lanjut Porjan.
Mendengar percakapan Bargot dan Porjan itu, saya merasa tidaklah sepatutnya para pemenang merayakan kemenangannya dengan euforia berlebihan. Haruslah bertoleransi bahwa di atas sukses Anda, ada banyak orang yang gagal, cemberut dan kecewa.
Janganlah, menari-nari di atas penderitaan orang lain. Lagipula, merek adalah saudara sebangsa dan setanahair.