Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Pilpres ternyata lebih bersinar dibandingkan dengan Pileg yang suram. Maklum, dua pasangan calon (paslon) Jokowi-Ma’ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno selalu muncul di televisi, media online dan cetak. Penuh greget dan perdebatan pula.
Sedangkan Pileg hanya sayup-sayup sampai. Bahkan, banyak warga yang tidak mengetahui siapa saja calon anggota legislatif (Caleg) untuk DPR RI, DPR provinsi dan kabupaten/kota, termasuk calon anggota DPD.
Saya kaget membaca survei Charta Politika Indonesia, Kamis pekan lalu, yang merilis fenomena yang jomblang antara Pilpres dan Pileg. Ternyata masyarakat lebih cenderung mencoblos kertas suara Capres dan Cawapres dengan angka 75,4%.
Di posisi kedua, pemilih untuk kertas suara DPRD tingkat kabupaten kota terpuruk hanya 8,1%. Untuk DPD RI hanya 2,2%. Lebih menyedihkan untuk DPR cuma 1,4%, dan di posisi buncit DPRD provinsi hanya 1,1%.
Apalagi nama-nama Caleg untuk semua tingkatan itu, termasuk DPD RI sangat banyak jumlahnya. Bukan tak mustahil banyak pemilih bingung hendak memilih siapa. Bisa-bisa mereka asal coblos saja sehingga akan mengurangi kualitas demokrasi.
Saya tidak berharap, namun daripada bingung dan repot-repot memilih nama Caleg, pemilih bisa saja cenderung memilih nama partai politik. Lebih mudah dan tanpa banyak pikir.
Saya khawatir, bisa saja terkena bias Pilpres, di mana nomor urut 01, Jokowi-Ma’ruf dan nomor urut 02, Prabowo Sandi. Bisa-bisa pemilih mencoblos parpol dengan nomor urut 1 dan 2. Wah, PKB (nomor urut 1) dan Gerindra (nomor urut 2) jadinya ditimpa rejeki nomplok.
Jika pun hendak memilih parpol lain, bisa-bisa memilih nomor urut 3, PDIP dan nomor urut 4, Partai Golkar. Mungkin, pemilih tak mau repot harus memilih peserta Pileg yang terdiri dari 16 partai (dan 4 partai lokal di Aceh).
Saya kira berbagai kemungkinan itu bisa terjadi karena kurangnya sosialisasi kepada masyarakat. Apalagi interaksi Caleg dengan warga pun terasa sepi-sepi saja.
Memilih Capres terbaik sama pentingnya dengan memilih anggota parlemen terbaik. Jangan sampai negara ini punya heavy president (presiden yang kuat) , tapi parlemennya rapuh.
Saya berharap Pilpres dan Pileg tetap dirayakan sebagai pesta demokrasi. Bukan asal coblos, dan lalu, apa boleh buat!