Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Pengumuman hasil Pipres masih sekitar tiga pekan lagi. Namun “pagi-pagi” lagi isu koalisi parpol sudah berembus. Misalnya, tentang kemungkinan Partai Demokrat akan bergabung dengan koalisi parpol pendukung Jokowi-Ma’ruf Amin.
"Saya kira kalau ajakan itu didasari iktikad baik kalau dilakukan pada saat yang tepat, tentunya bukan hal yang buruk menurut saya, itu hal baik..... tentu kami merasa sangat terhormat untuk mempertimbangkannya," kata Ketua Dewan Kehormatan Demokrat Amir Syamsuddin kepada Detik.com, Sabtu (27/4) lalu.
Sebelumnya, Wakil Ketua TKN Jokowi-Ma'ruf, Abdul Kadir Karding, menyebut peluang merapatnya Demokrat cukup besar. Alasannya, komunikasi Jokowi dengan elite Demokrat, termasuk Susilo Bambang Yudhoyono dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), cukup baik.
Sempat pula beredar rumor jika PAN dan Zulkifli Hasan ingin merapat ke Jokowi. Ini gara-gara Zulkifli Hasan hadir di Istana Negara sebagai Ketua MPR dalan pelantikan Gubernur Maluku yang diusung oleh PAN pada 24 April lalu.
Namun Sekretaris Jenderal PAN Eddy Soeparno membantahnya. Kata Eddy, itu pertemuan biasa. PAN masih konsisten berada di Koalisi Indonesia Adil dan Makmur. "Tidak perlu berspekulasi lebih jauh terkait pertemuan ini,” kata Eddy.
Saya kira segala kemungkinan bisa terjadi. Politik itu dinamis. Kebijakan parpol selalu didasarkan kepada kepentingan. Bisa saja berseberangan dulu lalu berkawan. Atau sebaliknya.
Jika kemungkinan itu terjadi, kita terbayang koalisi pendukung Jokowi-Ma’ruf menjadi gemuk. Padahal sudah ada lima parpol, yakni PDIP, Golkar, PKB, NasDem dan PPP – yang diperkirakan lolos parliament treshold – yang mendukung Jokowi-Ma’ruf.
Sebaliknya, koalisi pendukung Prabowo-Sandiaga Uno tinggal Gerindra dan PKS menjadi lebih ramping di kubu oposisi. Apalagi jika benar-benar Demokrat dan PAN menyeberang,
Saya membayangkan koalisi gemuk itu tak mustahil melahirkan “oposisi dari dalam” menjelang Pipres 2024. Maklum, Jokowi tak boleh lagi mencalonkan diri karena sudah dua priode. Peluang Ma’ruf Amin maju pun rasanya tipis.
Logis belaka jika empat parpol, PDIP, Golkar, Nasdem dan PKB berniat mencalonkan kadernya sebagai Capres. Masing-masing akan akan berupaya tampil sebagai parpol yang merakyat, yang dekat-dekat dengan gaya oposisi, sebagai investasi politik jelang Pilpres 2014.
Apalagi jika Demokrat dengan kemungkinan AHY tampil sebagai Capres, dan PAN, ikut pula bergabung, persaingan politik pun semakin tajam.
Kita teringat bagaimana Golkar dan PKS yang bergabung dalam kabinet SBY-Boediono pasca Pilpres 2009. Tapi belakangan menunjukkan sikap kritis terhadap SBY-Boediono.
Sebaliknya kubu Prabowo praktis lebih solid. Apalagi sudah ada invesstasi politik dengan ketampilan Sandiaga sebagai Cawapres, tak mustahil “naik pangkat” menjadi Capres.
Saya kira, Pilpres 2024 semakin penuh alternatif. Mungkin, akan ada lima Capres. Polarisasi massa pun tidak lagi setajam ketika Jokowi dan Prabowo head to head dalam Pilpres 2019. Ini baru prediksi lima tahun mendatang. Itupun jika KPU mengumumkan Jokowi-Ma’ruf Amin sebagai pemenang Pilpres 2019. Jadi, harap bersabar