Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Saya pikir-pikir, Wali Kota Medan itu bukanlah jabatan yang enak. Siapapun yang mendudukinya akan didera stres panjang. Banyak problem perkotaan yang melanda kota yang sudah berumur 429 tahun itu.
Misalnya, “penyakit” banjir masih mewabah. Bahkan sangat parah. Pantang hujan lebat sebentar saja, jalan-jalan di kota ini berubah menjadi “sungai.” Banyak pemukiman yang tergenang.
Belum lagi jika ada banjir kiriman dari hulu sungai, maka Sungai Deli yang sarat sampah akan meluap menggenangi wajah kota.
Maklum, banyak drainase kota yang tak berfungsi. Belum pula terhubungkan langsung dengan Sungai Deli atau Sungai Babura sebagai penampungan akhir luapan banjir.
Dana APBD Medan pun hanya Rp 6,1 triliun. Itulah yang membiayai kebutuhan kota dengan seluruh pengeluarannya. Belanja tidak langsung sebesar Rp 2,07 triliun lebih dan belanja langsung sebesar Rp 4,05 triliun lebih.
Belum lagi masih banyak jalan yang berlubang-lubang. Diwarnai pula dengan pedagang kaki lima (PKL) yang melimpah di berbagai pasar tradisional maupun persaingan angkot, betor dan transportasi online. Belum soal ruang terbuka hijau yang minim. Trotoar jalan pun tak memadai dibandingkan ruas jalan yang ada.
Tak heran jika kerap terdengar kecaman pedas terhadap Walikota Medan, baik oleh DPRD maupun dari keluhan rakyat.
Tapi uniknya, tak membuat orang tak berminat menjadi Wali Kota Medan. Setidaknya ada 10 bakal calon yang sudah muncul ke publik.
Selain petahana Wali Kota Medan Dzulmi Eldin, nama Juru Bicara BPN Prabowo-Sandi, Dahnil Anzar Simanjuntak sudah digadang-gadang ikut masuk bursa calon Wali Kota Medan 2020. Masih ada Maruli Siahaan, mantan Kasatreskrim Poltabes Medan yang sudah pensiunan. Dia sedang mengincar minimal 3 partai politik untuk mendukungnya.
Eh, anggota DPR RI dari Fraksi Golkar Meutya Hafid juga disebut-sebut, walau menurut dia pencalonan di Pilkada Medan 2020 merupakan keputusan dan kebijakan partai. "Itu nanti tergantung perintah dan penugasan partai," ujarnya.
Seorang akademisi dari USU Medan, Edy Ikhsan juga sudah gencar melakukan sosialisasi. Dia adalah dosen di Fakultas Hukum dan berlatar belakang aktivis NGO.
Masih ada Ihwan Ritonga. Politikus Partai Gerindra yang juga Wakil Ketua DPRD Medan siap maju pada Pilkada Medan 2020. Ia menunggu restu Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto. Selain itu disebut pula nama politikus Partai Demokrat Jansen Sitindaon.
Ada anak muda, Ronald Ritonga berusia 31 tahun yang berniat maju pula sebagai calon perseorangan. Bahkan, anggota DPR-RI Prananda Surya Paloh ikut meramaikan bursa pencalonan. Putra dari Surya Paloh itu akan menjadi pesaing Dzulmi Eldin untuk mendapatkan restu Partai NasDem.
Sekali lagi saya kagum dengan gairah mencalonkan diri walau gaji wali kota hanya Rp 2,1 juta dan ditambah tunjangan menjadi Rp 3.780.000 sebulan. Ini sesuai dengan PP Nomor 75 Tahun 2000
Memang jika merunut rilis dari Forum Indonesia untuk Transparasi Anggaran (FITRA) beberapa waktu lalu, ada pasangan wali kota yang mendapat uang bulanan terbesar. Lima wali kota itu, di antaranya adalah Wali Kota Medan yang meraih Rp 129 juta sebulan, dan wakilnya Rp 123 juta sebulan.
Sebab, selain gaji pokok dan tunjangan, para kepala daerah itu mendapatkan insentif dari jumlah pajak serta retribusi daerah. Semakin besar retribusi dan pajak yang diperoleh, maka akan semakin besar penghasilan yang didapat para kepala daerah.
Para kepala daerah juga mendapatkan tunjangan biaya-biaya, antara lain, biaya rumah tangga, pembelian inventaris rumah jabatan, pemeliharaan rumah jabatan dan barang-barang inventaris, pemeliharaan kendaraan dinas, pemeliharaan kesehatan, biaya perjalanan dinas dan pakaian dinas.
Semoga bukan take home pay yang menggiurkan ini yang mereka idam-idamkan. Tetapi tekad menyelesaikan problem kota, dan ikhtiar mensejahterakan rakyat.