Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
“Pertandingan” politik sudah usai. Presiden terpilih pun sudah jelas. Juga urutan partai politik yang meraih suara terbesar dalam pemilihan legislatif. Inilah, musim “panen” kekuasaan.
Saya kira ribuan politikus di sepenjuru tanah air sedang bersiap-siap menunggu pelantikan sebagai wakil rakyat. Baik di DPR, DPRD maupun DPD.
Namun masih ada yang dalam tahap berjuang. Yakni, mereka yang sedang mengincar jabatan menteri di kabinet pemeritahan. Meskipun pengangkatan menteri adalah hak prerogatif persiden, namun pimpinan parpol yang termasuk dalam Koalisi Indonesia Kerja (KIK) pendukung Jokowi-Ma’ruf Amin sudah melakukan berbagai manuver.
He-he, uniknya yang tadinya berada di kubu 02, pendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno pun tampak mendekat-dekat sumbu kekuasaan, walaupun mengaku hanya sekadar komunikasi politik biasa.
Bahkan, termasuk bursa kursi Ketua MPR mulai menghangat. Setidaknya, PDIP, Golkar, PKB dan Gerindra berminat menduduki posisi ketua lembaga yang prestisius tersebut.
Sah-sah saja. Yang penting, hendaklah para politikus menganggap kekuasaan itu sebagai amanah rakyat. Bukan bagai posisi “raja-raja” di era kerajaan yang menagih upeti dari masyarakat dan bukannya melayani publik.
Ketika rakyat memilih seseorang menjadi wakil rakyat, itu artinya, “Anda dipercaya untuk mengawasi jalannya pemerintahan, membuat UU dan menyusun APBN dan APBD.” “Ini uangnya (dari APBN dan APBD), dan lakukanlah tugas-tugas itu.”
Ketika rakyat memilih presiden dan wakil presiden, rakyat seakan-akan berkata, “Sejahterakanlah rakyat, dan ini gaji dan berbagai tunjangan dari APBN.” Idemdito saja terhadap para menteri sebagai pembantu presiden yang dipilih oleh rakyat.
“Panen” kekuasaan harus diimbangi dengan “amanah kekuasaan.” Tanpa itu kekuasaan akan menjadi milik privat, yang dilaksanakan sesuka-suka hati, dan bisa saja dengan kesewenang-wenangan.
Tidak, wahai Bapak-Ibu! Kekuasaan di negara demokrasi berasal dari rakyat, dan diteruntukkan bagi kesejahteraan rakyat. Ini, harga mati. Tidak ada negosiasi!