Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Mojokerto - Empat situs purbakala yang ditemukan warga di Mojokerto dan Jombang rawan mengalami kerusakan. Pasalnya, keempat bangunan kuno dari bata merah itu tak kunjung diekskavasi maupun dipelihara oleh instansi terkait.
Salah satunya situs pagar peninggalan zaman Majapahit yang ditemukan perajin bata merah di Dusun Bendo, Desa Kumitir, Kecamatan Jatirejo, Mojokerto. Kondisi struktur dari bata merah kuno yang ditemukan 19 Juni 2019 kini kondisinya cukup memprihatinkan.
Penampang sisi barat struktur bata yang sebelumnya terpendam dalam tanah, kini telah tampak. Itu setelah perajin bata merah yang menyewa lahan tersebut, menggali tanah di sekitar situs untuk diolah menjadi bata merah. Penggalian yang dilakukan bukan oleh arkeolog tentunya rawan menyebabkan kerusakan pada situs.
Bagian pagar yang nampak mencapai 21 meter membentang dari selatan ke utara. Tebal bangunan ini mencapai 110 cm. Sementara ketinggian bangunan yang nampak baru 60 cm, terdiri dari 12 lapis bata merah kuno. Setiap bata merah penyusun bangunan purbakala ini mempunyai dimensi 31x21x6 cm.
"Saya gali tanah dengan berhati-hati supaya tidak merusak situs. Saya tetap membuat bata merah seperti biasa," kata Nur Alin (45), perajin bata merah yang menemukan situs pagar Majapahit di Dusun Bendo saat berbincang dengan detikcom, Rabu (24/7/2019).
Nur menjelaskan, petugas dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jatim hanya sekali mendatangi situs pada 21 Juni 2019. Saat itu para arkeolog melalukan pengukuran terhadap situs tersebut.
"Setelah itu tidak pernah ada yang melakukan ekskavasi atau penggalian situs ini. Pengawasan rutin juga tidak pernah ada sejak penemuan situs," terangnya.
Tidak hanya itu, lanjut Nur, kompensasi yang dijanjikan oleh BPCB Jatim tak kunjung direalisasikan. Padahal saat itu dirinya dan Muchlison (40) sebagai penemu situs purbakala dijanjikan akan kompensasi masing-masing Rp 1 juta.
Nur berharap nilai kompensasi sebanding dengan kerugian yang dia alami akibat penemuan situs. Karena keberadaan situs purbakala mengakibatkan volume tanah yang dia sewa untuk bata merah berkurang. Yaitu sekitar 10 x 1,1 x 0,6 meter kubik.
Situs Pakis di Mojokerto/Situs Pakis di Mojokerto/ Foto: Enggran Eko Budianto
"Kalau dijadikan bata merah sekitar 10 ribu biji. Nilainya kurang lebih Rp 3,5 juta," terangnya.
Situs permukiman peninggalan Majapahit dari abad 15 di Dusun Pakis Kulon, Desa Pakis, Kecamatan Trowulan, Mojokerto juga belum tersentuh ekskavasi maupun pemeliharaan. Pantauan detikcom di lokasi, situs telah dipasang pembatas keliling dari tambang plastik warna biru. Struktur dari bata merah kuno ini ditemukan warga awal Juni 2019.
Tidak hanya itu, situs purbakala yang ditemukan warga di Kabupaten Jombang juga sampai saat ini belum diekskavasi. Yaitu situs kanal purbakala di dasar sendang Dusun Sumberbeji, Desa Kesamben, Kecamatan Ngoro dan situs permukiman Majapahit di Desa Bulurejo, Kecamatan Diwek.
Arkeolog BPCB Jatim Wicaksono Dwi Nugroho membenarkan sampai saat ini pihaknya belum melakukan ekskavasi terhadap keempat situs purbakala yang ditemukan warga. Menurutnya, ekskavasi sebuah situs harus lebih dulu melalui perencanaan tahun sebelumnya untuk mendapatkan anggaran dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
"Situs-situs itu kan baru ditemukan bulan Juni. Kami sudah ada agenda yang sudah diprogram tahun lalu. Seperti saat ini kami ekskavasi situs Patakan di Lamongan sampai 25 Juli nanti," terangnya.
Sementara terkait janji kompensasi bagi penemu situs pagar Majapahit di Desa Kumitir, Wicaksono bakal merealisasikannya setelah ekskavasi situs di Lamongan tuntas. Hanya saja pihaknya tidak bisa memberikan kompensasi senilai kerugian yang dialami perajin bata merah.
"Nilainya mungkin kami beri sekitar Rp 3 juta untuk pemilik lahan dan penemu situs. Kami tidak bisa menghitung dari segi kerugian perajin bata. Maka perlu pembicaraan sebelumnya," tandasnya.
Wicaksono menambahkan, setelah diekskavasi, setiap situs purbakala idealnya juga dinaungi dengan cungkup untuk mencegah kerusakan. Khususnya situs yang tersusun dari bata merah kuno.
"Tapi pembangunan cungkup bukan bagian dari ekskavasi. Itu ada pos anggaran sendiri di bagian pemeliharaan situs," pungkasnya.dtc