Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Saya ingin bercerita tentang demokrasi dengan sederhana. Bahwa kita mempunyai mulut agar suara kita didengar orang lain. Tapi kita juga mempunyai telinga untuk mendengar suara yang keluar dari mulut orang lain. Ya, ada kesempatan untuk didengar dan mendengarkan.
Tak menjadi soal jika pilihan atas calon anggota DPR-DPRD maupun Capres dan Cawapres pun berbeda pula. Tidak harus membuat risau, karena dengan perbedaan itulah demokrasi semakin indah.
Sebab jika pilihan pada anggota DPR-DPRD harus sama, maka sukar membayangkan manakala parlemen diisi oleh mereka dari satu parpol semata. Jadilah, parlemen dikuasai satu partai saja, yang mengingatkan kita kepada parlemen di Korea Utara.
Lagi pula demokrasi yang absolut yang bersikap take all, meraih segalanya tanpa menyisakan bagi orang lain, sudah kuno. Karena itu ketika koalisi Jokowi-Ma’ruf Amin meraih sekitar 70% suara parlemen, dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno 30%, sudah rada ideallah. Tak perlu koalisi Prabowo-Sandi masuk ke koalisi Jokowi-Ma’ruf, hingga take all 100%.
Demokrasi memang harus menampung dan mendengar berbagai aliran, ideologi, aspirasi, inspirasi, kehendak, kepentingan serta cita-cita yang majemuk, tidak tunggal. Tidak ada tirani mayoritas dan diktator minoritas, tapi semua senantiasa diapresiasi dan dilindungi.
Tidak masanya lagi bersikap black or white (hitam atau putih). Sebab sikap dan cara pandang seperti itu cenderung memaksakan pikiran dan kebenaran sepihak, tanpa mendengarkan atau mempertimbangkan sikap dan pandangan orang lain.
Tidak masanya lagi bersikap all or nothing (semua atau tidak sama sekali). Sikap seperti itu condong tidak menghargai eksistensi pihak lain, yang bahkan merupakan anugerah Ilahiat.
Karena itulah, parpol oposisi tetap diperlukan. Ibarat mobil, jangan sampai bannya kempes sebelah. Harus ada keseimbangan, check and balances. Ada mulut yang mungkin mengkritik, atau memberikan jalan keluar. Ada telinga yang bijaksana mau mendengar, tidak mau menang sendiri beraja di hati. Aduhai, alangkah indahnya.