Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Hakim menolak permohonan praperadilan yang diajukan Kivlan Zen. Pengacara Kivlan, Kolonel Chk Azhar keberatan dengan penolakan itu dan menanggap hakim menganut aliran legisme.
Azhar mengaku menghormati putusan hakim praperadilan. Akan tetapi, dia menilai praperadilan tidak cukup hanya memeriksa bukti secara formil, melainkan juga harus dinilai aspek materi.
"Kami menilai bahwa hakim tunggal ini menganut aliran legisme, corong undang undang. Jadi bukan progresif yang seharusnya dianut oleh para penegak hukum pada umumnya sekarang ini. Jadi kalau hanya menilai formil, itu nggak usah di sini, nggak mungkin Budi Gunawan menang kalau cuma formalitas," kata Azhar, di PN Jaksel, Jl Ampera Raya, Jakarta Selatan, Selasa (30/7/2019).
Azhar mengatakan berdasarkan keterangan ahli yang diajukan pada sidang sebelumnya, Muzakir, mengatakan praperadilan boleh memeriksa aspek materi. Ia kecewa karena hakim praperadilan mengatakan penilaian pembuktian merupakan wewenang sidang pokok perkara, bukan praperadilan.
"Doktor Muzakir ahli yang kita hadirkan, beliau sudah mengatakan bahwa boleh menilai materil, bagaimana penetapan tersangka kalau tidak menilai materil? Lo liat dong, BAP-nya isinya apa? Ada nggak hubungannya sama tersangka? Itu harus dinilai. Kalau tidak dinilai itu aneh saja. Aneh banget kalau tidak boleh menilai materil dalam penetapan tersangka," kata Azhar.
Dia menyebut mestinya hakim juga memeriksa secara materil terkait penyitaan yang dilakukan polisi. Sebab menurutnya bisa saja barang yang disita tidak terkait perkara yang dimaksud.
"Dalam penetapan penyitaan misalnya, itu juga dinilai materil kalau nggak aneh juga. Bagaimana orang menyita misal penyidik menyita hasil korupsi misalnya padahal itu bukan didapat dari korupsi dalam perkara korupsi dan pengadilan sudah memutuskan penyitaan itu," kata Azhar.
Selain itu dia bersikukuh penangkapan yang dilakukan kepolisian tidak sah karena ada saksi dari pihaknya yang mengaku menyaksikan penangkapan tidak disertai surat penangkapan. Dia juga mempersoalkan Kivlan yang belum pernah diperiksa sebagai saksi tetapi langsung ditetapkan jadi tersangka.
"Peraturan Kapolri mengatakan kalau bukan tangkap tangan, berdasarkan bukti permulaan yang cukup, terus ada surat yang ditujukan 2 kali berturut-turut, setelah nggak hadir karena nggak ada itikad baik baru ditangkap. Gak pernah ada orang ditangkap di kantor polisi, itu ga ada, ga mungkin malu-maluin aja itu. Orang nggak pernah pernah dipanggil tapi ditangkap, ga pernah ada," ujarnya.
Sebelumnya, Hakim tunggal Achmad Guntur menolak permohonan praperadilan Kivlan Zen. Hakim menyebut bukti permulaan yang dimiliki penyidik Polda Metro Jaya sudah cukup untuk menetapkan tersangka.
Hakim mengatakan untuk menetapkan tersangka harus ada bukti permulaan yang cukup yaitu minimal dua alat bukti. Berdasarkan bukti yang diajukan termohon di persidangan, terdapat bukti surat laporan tanggal 21 Mei, bukti Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saksi-saksi, BAP pendapat para ahli, BAP pemohon sebagai tersangka, surat penetapan penyitaan dan barang pemohon.
"Menimbang barang bukti yang diajukan termohon telah mencukupi dari dua alat bukti, secara formil telah dibuktikan di persidangan," kata Guntur, di PN Jaksel, Jl Ampera Raya, Jakarta Selatan, Selasa (30/7/2019).
Guntur mengatakan dalam sidang praperadilan hanya memeriksa secara formil. Sedangkan pembuktian nilai di periksa di sidang pokok perkara.(dtc)