Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Kota macet. Rawan banjir dan gempa. Didera oleh polusi udara. Terancam krisis air. Penduduknya sangat padat. Itulah wajah Jakarta sehingga pemerintah memutuskan ibukota negara akan dipindahkan ke Kalimantan Timur. Namun mayoritas Aparatur Sipil Negara (ASN) menolak rencana tersebut. Aspirasi itu terekam dalam survei versi Indonesia Development Monitoring (IDM).
Dalam survei pada 7 hingga 20 Agustus 2019itu terungkap, 94,7% ASN menolak ibu kota dan pusat pemerintahan dipindahkan ke Kalimantan. Survei dilakukan terhadap 1.225 responden ASN, mewakili 800.000 PNS yang bertugas di pemerintahan pusat. Hanya 3,9% yang setuju.
Eh, bukankah pemerintah akan menyediakan fasilitas perumahan, sarana pendidikan dan sebagainya di kota baru? Ternyata 93,7% khawatir dengan fasilitas kesehatan dan pendidikan anak yang kurang bermutu. Mereka merasa sarana yang berkualitas banyak di DKI Jakarta. Bahkan, 92,6% menyatakan gaji dan pendapatan mereka tidak akan mencukupi biaya hidup mereka di ibu kota baru.
Malahan jika mereka dipaksa pindah, maka 78,3% akan mengajukan pensiun dini dari tugasnya. Tapi 19,8% akan ikut pindah dan sisanya menjawab tidak tahu.
Nyaris bersamaan, Lembaga survei KedaiKOPI merekam pendapat publik pula. Dilakukan pada 14-21 Agustus 2019 di 34 provinsi di seluruh Indonesia dengan 1.200 responden. Ternyata, 39,8% responden menyatakan tidak setuju. Yang setuju hanya 35,6% dan 24,6% memilih untuk tidak beropini.
Survei merinci bahwa 95,7% responden yang berasal dari DKI Jakarta mengekspresikan ketidaksetujuannya. Tapi 48,1% responden dari Pulau Kalimantan setuju. Responden dari Pulau Sulawesi tercatat 68,1% yang menyatakan sepakat ibu kota pindah.
Warga Jakarta boleh jadi cemas. Maklum, mereka memang tak ikut dipindahkan. Sementara problem Jakarta terus membayangi penduduk. Mereka khawatir akan terus dicekam oleh berbagai problem Jakarta. Untunglah, Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa Jakarta tidak akan dilupakan.
"Jakarta akan tetap menjadi prioritas pembangunan dan terus dikembangkan jadi kota bisnis, kota keuangan, pusat perdagangan dan pusat jasa berskala regional dan global," kata Jokowi.
Bahkan, sudah ada anggaran sebesar Rp 571 triliun untuk pemerintah provinsi melakukan program urban regeneration. Nah, warga Jakarta tak usah gundah gulana.
Orang di daerah pun lega. Jika Jakarta tetap menjadi pusat perekonomian, efeknya akan dirasakan oleh dunia usaha di daerah yang terkoneksi dengan perekonomian nasional. Pelayanan kian baik, sehingga pertumbuhan ekonomi semakin menggeliat.