Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Ada 33 perusahaan di Cina relokasi keluar negeri. Wah, 23 memilih Vietnam, 10 lainnya pergi ke Malaysia, Thailand dan Kamboja. “Nggak ada yang ke kita," ujar Presiden Joko Widodo di depan para menteri kala membuka rapat terbatas membahas perkembangan perekonomian dunia, Rabu (4/9).
Inilah dampak perang dagang Cina dengan Amerika Serikat. Tak pelak, Jokowi merasa kesal.
Menurut Deputi Bidang Pelayanan Penanaman Modal Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Husen Maulana, alasan utama investor lebih memilih Vietnam karena perolehan lahan yang mudah.
Maklum, Vietnam menganut sistem pemerintahan sosialis. Sehingga, lahan dikuasai oleh negara. Jadi, investor yang butuh lahan dengan cepat dipenuhi oleh negara. “Bahkan bisa saja gratis," katanya kepada detikcom, Kamis (5/9) lalu.
Sementara di Indonesia, prosesnya panjang. Bahkan, investor sulit saat membeli lahan tersebut. Sementara, di Vietnam, apa kata pemerintah pusat pasti dilaksanakan pemerintah daerah.
Bukan hanya itu. Vietnam juga memiliki banyak kerja sama perdagangan bebas (free trade agreement) dengan negara maju. Sehingga ketika investor menjual barang ke luar negeri tak perlu membayar bea masuk di negara tujuan ekspor.
Saya kira Vietnam sangat liberal, padahal tadinya adalah negara komunis. Tentu saja investor cepat tergiur karena harga jualnya menjadi lebih murah, sehingga menjadi kompetitif di pasaran internasional karena tanpa bea masuk di negara tujuan ekspor.
Indonesia mestinya juga bisa. Bukankah menurut pasal 33 UUD 1945, seluruh bumi dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara. Apalagi masih banyak lahan tidur. Tinggal political will dari pemerintah untuk mempermudah investor memperoleh lahan.
Adapun tentang free trade, Indonesia mestinya lebih luwes. Jangan seperti Amerika dan Cina yang berlomba perang tarif. Saling protektif yang ujungnya sama-sama merugi.
Saya ingat, Thomas Friedman dalam bukunya, The Lexus and the Olive Tree (2000), bahwa dunia akan makmur jika semua negara mau membuka perbatasannya. Menurut peraih Publitzer, hadiah bergengsi untuk jurnalis itu, jika barang dan investasi masuk dengan bebas, dunia akan damai karena perekonomian mereka terkait satu sama lain.