Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Saya mencoba merasakan debar jantung pemukim di tepi Sungai Deli, Bederah dan Babura yang membelah Kota Medan. Jika mereka harus membongkar sendiri rumah mereka, ke mana gerangan mereka pergi? Mereka berumah di mana?
Apalagi jika menurut surat Pemko Medan melalui Dinas Perumahan Kawasan Pemukimkan Penataan Ruang (PKP2R), hanya yang mempunyai sertifikat saja yang diganti rugi. Itupun hanya tanahnya, bukan bangunannya – karena tidak boleh mendirikan bangunan di kawasan itu, seperti ditulis medanbisnisdaily.com, Sabtu (21/9/2019).
Menurut Kepala Dinas PKP2R Medan, Beny Iskandar, karena akan ada normalisasi sungai. Sekitar 10 sampai 15 meter dari bibir ketiga sungai itu akan dikosongkan demi mengatasi masalah banjir.
Akan adakah relokasi? Misalnya, dengan membangun rumah susun untuk menampung mereka? Bagaimana caranya? Apakah dengan kewajiban mencicil yang lunak dan terjangkau? Kapan rumah susun itu dibangun agar sustanaibel dengan penggusuran mereka? Belum jelas.
Saya merasakan betapa mereka gamang terhadap masa depan yang masih “remang-remang.” Padahal, mereka sudah menghuni kawasan itu sejak puluhan tahun, sejak era kakek-nenek mereka.
Tak heran jika mereka pun membentuk Aliansi Warga Sungai Bederah, Deli dan Babura (AWAS BEDEBAR). Aliansi itu merupakan kesepakatan antara warga pinggiran sungai dengan sejumlah aktivis di Yayasan Pusaka Indonesia, yang digawangi pakar agraria Edy Ikhsan, seorang pengacara sekaligus akademisi di USU Medan.
Mereka mengeluhkan tidak adanya sosialisasi. Malah, jika harus ada pembongkaran, mereka menuntut kesetaraan dan keadilan agar semua bangunan yang dinilai menyalahi sempadan sungai dibongkar juga. Misalnya, kantor Wali Kota Medan, gedung DPRD Medan dan DPRD Sumatera Utara.
Lagu Orang Usiran
Lepas dari kecemasan warga itu, masalah normalisasi sungai itu pun patut didiskusikan. Sebab, sejauh ini belum terdengar konsep yang jelas. Apakah sekadar melebarkan dan memperdalam sungai? Lalu, akan ada betonisasi di pinggiran sangaI seraya pelurusan sungai?
Normalisassi sungai sesungguhnya adalah mengembalikan bentuk sungai sesuai dengan bentuk awalnya. Saya riset dari berbagai sumber, jika yang kelak dilakukan adalah betonisasi dan pelurusan sungai akan menimbulkan dampak buruk di masa depan.
Betonisasi akan mengakibatkan kerusakan lingkungan. Bentuk sungai yang berkelok sesungguhnya bisa memperlambat laju aliran sungai.
Sementara, pelurusan sungai akan membuat aliran sungai semakin cepat. Daya dorong air akan semakin besar. Aliran air akan membawa lumpur dan sedimentasi yang cukup banyak. Lama kelamaaan sungai akan cenderung cepat mendangkal.
Syahdan, para ahli pun memperkenalkan istilah naturalisasi sungai. Memperlebar sungai dengan mengikuti bentuk alur sungai. Kemudian, memanfaatkan ekosistem hijau dengan menanami pinggiran sungai dengan pohonan, sehingga bisa menyerap air.
Tapi, ah, ini sudah terlalu jauh. Jangka pendek yang harus dipikirkan, di mana mereka berumah jika tergusur dari tepian ketiga sungai itu?
Saya berharap tidak terjadi seperti yang dilukiskan oleh penyair Jerman, WH Auden dalam sajak berjudul “Lagu Orang Usiran. “Misalkan, kota ini punya penduduk sepuluh juta/ Ada yang tinggal dalam gedung, ada yang tinggal dalam gua/ Tapi tidak ada tempat buat kita, sayangku…