Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Alamak, ternyata 75% dari APBD habis untuk belanja gaji dan operasional. Jadi, hanya 25% untuk belanja pembangunan. Begitulah, Menteri Keuangan Srimulyani Indrawati mengungkapkan di Jakarta, Rabu (18/9/2019).
Dia merinci porsi belanja pegawai sekitar 36%. Belanja yang sifatnya bukan investasi, seperti belanja barang dan jasa serta perjalanan dinas 13,4%. Lalu ditambah jasa kantor 17,5%.
Bahkan, 398 Pemerintah Daerah telah memberikan tunjangan tambahan kepada ASN daerah. Tapi kerap tidak dikaitkan dengan kinerja ASN yang bersangkutan.
Saya ingat belanja modal Sumut pada 2016 hanya 12,5%%. Tapi belanja tidak langsung 70,9%. Belanja langsung hanya 20,9%. Hitung saja rinciannya jika pendapatan Pemprovsu, kala itu, mencapai Rp10,5 triliun.
Ketika APBD Sumut 2017 menjadi Rp 13 triliun, ternyata belanja tidak langsung mencapai Rp 8,752 triliun. Belanja pembangunan hanya Rp 4,282 triliun.
Idemdito dengan APBD Sumut 2018. Belanja langsung hanya Rp 4,164 triliun, atau sekitar 31% dari total anggaran. Belanja tidak langsung mencapai Rp 9,307 triliun lebih. Wow, sekitar 69% dari total anggaran.
Semakin memprihatinkan ternyata terlalu banyak program yang dikerjakan pemerintah di daerah dengan hasil yang minim.
Syahdan, ada kabupaten yang memilik 600 program. Uangnya sedikit programnya banyak, He-he, lazimnya habis untuk panitia program sehingga tidak dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
Tak heran jika banyak daerah semakin tergantung dengan dana transfer dari pemerintah pusat. Apalagi transfer dana itu dari tahun ke tahun selalu menaik.
Tentu saja, wajar jika pusat meberikan transfer ke daerah. Hal itu juga terjadi di banyak negara. Namun bila pemberiannya berlebihan dan membuat ketergantungan akan membuat kondisi perekonomian daerah tidak bergerak positif.
Padahal, sesuai UU No. 32 tahun 2004, pengertian otonomi daerah adalah hak, wewenang, serta kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri berbagai hal terkait pemerintahan dan kepentingan masyarakatnya.
Ironi pun terjadi. Jika masyarakat membayar Pajak Kenderaan Bermotor, itu berarti sekitar 70% disedot oleh belanja pegawai dan operasional. Hanya 30% untuk memperbaiki jalan rusak, atau membangun jalan baru. Alamak!