Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Ada pepatah Belanda yang berbunyi, “gestolen fruit smaakt goed.” Artinya, buah curian itu enak rasanya. Di masa silam, saya kenang ada saja kawanan remaja yang gemar mencuri buah jambu. Melihat buah yang ranum di pekarangan warga, nafsu mereka berdesir. Ada yang memanjat dan memetik, ada yang menampung di bawah. Tapi ada pula yang berjaga-jaga kalau-kalau pemiliknya datang.
Wah, ada juga rupanya semacam tupoksi (tugas pokok dan fungsi). Mungkin, itu sebabnya mereka merasakan kenikmatan tiada tara saat mencuri buah-buahan penuh gelora. Ada semajam efek dari ikhtiar. Apalagi tak pernah berkebun jambu, tapi bisa makan jambu.
Jangan-jangan kisah-kisah macam itu yang membuat kasus korupsi tidak henti-hentinya. Banyak yang ditangkap KPK, diadili dan dihukum, tapi korupsi dan suap terus meraja lela.
Korupsi dan menerima suap itu memang cara paling efisien mereguk duit miliaran rupiah. Tak perlu membuka usaha atau berbisnis. Mirip tikus yang tak pernah bertani, tapi ketika musim panen lalu menggerogoti lumbung padi.
Ada juga tupoksinya. Pemegang kekuasaan, apakah itu pejabat atau hakim selalu dijembatani seorang perantara dengan si pemberi suap. Mungkin seorang pebisnis, atau seorang makelar kasus.
Kata kuncinya adalah abused of power. Penyalahgunaan wewenang. Boleh jadi fungsinya sebagai anggota DPR atau DPRD, pejabat, hamba hukum dan pimpinan proyek. Padahal kewenangan itu adalah amanah rakyat dan undang-undang. Tapi mereka menganggapnya bak “hak” pribadi.
Sumpah jabatan, atau fakta integritas hanya di bibir. Tapi begitu melihat peluang, adrenalin meraih duit bergepok-gepok bergejolak bagai air liur terbit melihat asam.
Jika hukuman mati dianggap bertentangan dengan hak asasi manusia, mungkin para koruptor perlu dipermalukan di depan umum. Dikenai hukuman tambahan, membersihkan sampah kota, atau membersihkan toilet umum.
Kian seru jika diarak keliling kota, masuk mal atau berjalan di car free day. Seraya digantungi karton bertuliskan, “aku kapok menjadi koruptor.” Sayang, hukuman tambahan itu tak tertera dalam revisi UU KPK.