Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Tak kepalang. Duit akan mengalir triliunan rupiah ke kawasan Toba Caldera Resort di lahan zona Otorita Danau Toba, Kecamatan Ajibata, Toba Samosir. Peresmian sudah dilakukan Senin (14/10/2019), yang didanai oleh 7 investor. Tahap awal saja direalisasikan Rp 2 triliun dari total Rp 6,1 triliun. Sisanya Rp 4,1 triliun akan cair secara bertahap.
Menurut Menteri Pariwisata, Arief Yahya, 7 investor itu diraih ketika IMF Word Bank Meeting berlangsung di Bali pada Oktober 2018. Ada 6 perjanjian kerja sama yang ditandatangani di hadapan Presiden Jokowi.
Syahdan, menurut Menko Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan, akan dibangun tiga hotel berbintang lima. Bahkan akan membuat sebuah area glam camp alias kemah mewah di wilayah Sibisa, Danau Toba yang pembangunannya dimulai pada 14 Oktober.
Kemah mewah ini mencontoh glam camp di Amanwana di Pulau Moyo di timur Pulau Bali. Kemah mewah ini dibiayai investor lokal senilai Rp 500 miliar. Malah sudah dirancang bertarif maksimal US$ 2.000, atau setara dengan Rp 28 juta per hari.
Pemerintah juga tak ketinggalan. Melalui beberapa kementerian sudah dialokasikan Rp 4,04 triliun untuk pengembangan Danau Toba pada 2020. Yakni, untuk pembangunan insfratuktur dan utilitas dasar kawasan Danau Toba.
Pemerintah pun akan mengembangkan bandara sebagai akses ke Danau Toba. Saat ini, ada dua bandara, yakni Bandara Silangit dan Bandara Sibisa. Salah satu dari bandara tersebut landasan pacunya akan diperluas menjadi 2.250 meter.
Selain itu, pengembangan jalan, pasokan air bersih, listrik, sampai kabel telekomunikasi. Targetnya, dalam dua tahun proyek ini sudah dapat dinikmati para turis.
Jika dihitung-hitung, dana yang dikucurkan oleh pemerintah dan investor sedikitnya Rp 10 triliun. Sungguh, sebuah dana raksasa. Tapi apakah kelak Return of Investment dari dana investor (RoI) akan feasible?
Umpan Raksasa
Inilah yang membuat kita masygul. Kunjungan wisatawan ke Danau Toba pada 2018 hanya 381.649 orang. Memang, naik dari 2017 yang hanya 278.059 orang. Namun ternyata 315.925 orang merupakan wisatawan Nusantara (Wisnu) dan hanya 65.724 orang wisatawan mancanegara (Wisman).
Padahal saat ini ada sekitar 5.000-an kamar yang tersedia di sekitar Danau Toba. Nah, Jika tiga hotel berbintang lima itu dibangun, ditaksir akan bertambah 1.500 hingga 2.000 kamar.
Jika dihitung-hitung dengan 5.000 kamar sekarang, taroklah satu kamar satu orang, sudah tertampung 5.000 wisatawan. Misalkan, menginap dua malam, maka dalam setahun hitung saja 350 hari, sudah menampung 875.000 wisatawan dalam setahun.
Memang jika target kunjungan wisatawan sebanyak 1 juta orang pada 2019, barangkali, klop lah. Tapi saya kira rasanya mustahil melonjak menjadi 1 juta wisatawan pada 2019.
Apalagi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Sumut 2018-2023, kunjungan turis hanya ditargetkan 280.00 orang pada 2019. Bahkan pada 2023 pun cuma 320.000 orang.
Jika bertambah 1.500 hingga 2.000 kamar lagi, maka daya tampung hotel menaik menjadi 6.500 hingga 7.500 kamar, yang berarti daya tampungnya mencapai 1.125.000 wisatawan dalam setahun.
Jika ketiga hotel berbintang tersebut rampung pada 2021, menurut RPJMD Sumut, kunjungan wisman diperkirakan hanya 300.000 orang. Tingkat okupasinya hanya sekitar 25%. Padahal, tingkat okupasi hotel yang ideal adalah jika mencapai 70%.
Kita khawatir jangankan meraih untung, untuk kembali modal saja butuh waktu sangat lama. Padahal invetasinya skala raksasa. Belum lagi dana APBN yang berjumlah Rp 4 triliun. Jangan sampai umpannya raksasa tapi ikannya kecil. Wah, lebih besar pasak dari tiang.