Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Dia berpidato tanpa teks. Tapi isinya masih relevan hingga sekarang. Jangan kaget jika pidato itu disampaikan Presiden Soeharto pada 19 Juni 1971, saat meresmikan Pasar Klewer, Solo, 48 tahun yang silam.
Ketika itu, Soeharto, antara lain, berbicara tentang pembangunan industri yang mendukung pertanian. Mendirikan industri yang mampu membuat alat-alat pertanian dan prasarana pertanian.
"Seperti pupuk, obat-obatan, irigasi pertanian dan lain-lainnya. Lalu kita harus mampu untuk memasarkan hasil pertanian," ungkap Soeharto yang kemudian ditulisnya sendiri dalam buku, “Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya” (Penerbit: Citra Kharisma Bunda, 1989).
Soeharto mengatakan Indonesia harus mampu mendirikan industri yang mengolah hasil pertanian. Kemudian, harus membuat industri angkutan darat dan laut sebagai alat transportasi produksi industri yang mengolah hasil pertanian tersebut.
Tahapan berikutnya harus segera membangun industri yang mengolah bahan mentah. Soeharto menyontohkan di Bintan, kita menggaruk tanah, kemudian memisahkan lumpur dan bauksit, lalu bauksit diekspor. Di Pulau Bangka, Belitung, dan Singkep, pasir digali, lalu lumpurnya dipisahkan. Kemudian, pasir dari biji-biji timahnya diekspor..
Namun, menurut Soeharto, ternyata pendapatan kita sangat kecil dengan mengekspor bahan mentah. Sebaiknya harus mengolah bahan mentah menjadi bahan baku industri. Misalnya, bauksit harus diolah menjadi alumunium. Gelondongan kayu menjadi pulp, menjadi bahan baku pabrik kertas, rayon dan sebagainya.
Namun, 48 tahun kemudian, sekarang, Indonesia ternyata masih mengekspor bahan mentah seperti CP0, karet, kakao dan sebagainya. Padahal jika diolah menjadi bahan jadi, harganya lebih tinggi.
Menurut Soeharto, kita pun harus mendirikan industri yang bahan bakunya telah kita sediakan (seperti Hutan Tanaman Industri). Lalu, mengembangkan industri yang sanggup membuat mesin-mesin guna menjamin kelangsungan industri yang ada dan merintis industri yang baru
Wah, ternyata mindset kita di bidang pertanian dan industri tak mengalami kemajuan. Masih seperti 48 tahun silam yang dikenal dengan Soehartonomics. Padahal, zaman sudah berubah. Perkembangan pertanian dan industri di berbagai negara sudah berlari jauh ke depan.
Saya kira inilah tantangan bagi para menteri di bidang perekonomian yang dilantik oleh Presiden Jokowi belum lama ini. Mereka harus menemukan paradigma baru di bidang pertanian dan industri. Bosan rasanya kita disuguhi angka-angka defisit neraca perdaganggan dari waktu ke waktu.
Semestinya Indonesia sudah harus beralih ke hal-hal baru. Misalnya, menciptakan teknologi pertanian dan industri yang lebih canggih dari Negara lain sehingga biaya produksi lebih efisien tapi mutunya berkualitas. Otomatis daya saingnya akan lebih unggul.
Cara ini lebih elegan daripada asyik menyalahkan impor produksi sejenis dari Negara lain, yang justru lebih murah dan bermutu. Kebijakan proteksionisme tak lagi populer di era globalisasi ini. Tiada lain, Indonesia harus mampu menciptakan produk yang mempunyai keunggulan komparatif.