Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Saya mencoba mencari-cari pembenaran, tapi sia-sia. Tak ada alasan yang rasional, yang diangguki oleh akal sehat dan diterima hati nurani untuk membenarkan tindakanmu. Betapa tidak? Bahkan terhadap nyawamu sendiri engkau tidak menaruh cinta. Apalagi terhadap jiwa orang lain.
Engkau rela tubuhmu dikoyak-koyak oleh bom yang kau racik sendirian. Apalagi terhadap tubuh orang lain. Engkau tewas, dan ada enam orang yang terluka-luka akibat perbuatanmu.
Begitulah, RMN, inisial namamu, renungan ini saya tuliskan. Semoga menjadi perenungan bagi orang lain untuk tidak melakukan kekonyolan perbuatan serupa yang menihilkan rasa kemanusiaan yang sejati.
Pagi itu, Rabu (13/11), engkau pura-pura hendak mengurus SKCK (surat keterangan catatan kriminal) dari Polrestabes Medan. Alasanmu hendak melamar menjadi ASN. Engkau memakai jaket sebuah ojek daring. Memang, menurut keterangan Kepling di mana engkau pernah tinggal, engkau bekerja sebagai ojek daring tapi kadang juga sebagai penjual bakso bakar keliling.
Astaga, ketika engkau berada di halaman Polrestabes Medan, bom yan terlilit di pinggangmu meledak, korban pun berjatuhan. Ada enam orang terluka-luka. lima di antaranya, petugas kepolisian di Porestabes Medan. Dan seorang mahasiswa ikut terluka.
Engkau meregang nyawa. Padahal usiamu masih 24 tahun. Semestinya engkau masih bisa menjalani masa depan, yang siapa tahu jualan bakso bakarmu bisa menjadi UMKM yang laris pelangggan. Menghidupimu dan isterimu, dan kelak anak-anakmu. Tapi dengan bengis, masa depan itu engkau renggut tanpa ampun.
Saya habis pikir bagaimana engkau memandang petugas kepolisian. Bukankah mereka adalah abdi bangsa, negara dan rakyat? Siang dan malam mereka mengabdi demi terciptanya keamanan dan ketertiban masyarakat.
Apa jadinya negeri ini jika tanpa adanya kepolisian? Mungkin, yang terjadi adalah “hukum rimba” siapa kuat dia yang berkuasa. Oh, betapa mengerikan! Homo homini lupus, manusia serigala bagi manusia. Bukan homo homini socius, manusia teman bagi manusia.
Jangan-jangan engkaupun membenci pemerintahan yang sah. Padahal pemerintahan bertugas untuk menciptakan kesejahteraan umum. Tanpa adanya pemerintahan, yang ada hanya anarki. Seakan-akan ada “seribu” atau lebih pemerintahan yang mencekam kehidupan orang banyak,
Padahal pemerintahan itu adalah resultante dari demokrasi. Aspirasi politik dari khalayak ramai. Itulah yang membedakan negeri ini dengan kediktatoran. Bukan juga warisan turun temurun bagaikan sistem monarki kerajaan.
Apapun paradigma pikiran yang merasuki pikiran dan hatimu, tidak akan menggoyang kosmologi kami dalam memandang kehidupan. Sebab engkau telah mempertontonkan ketidakberanian dalam menghadapi kehidupan. Engkau sesunggguhnya seorang pengecut, seorang pecundang.
Hidup adalah keberanian menghadapi berbagai suka dan duka. Mengalahkan tantangan dan mencari peluang untuk meraih kebahagiaan. Tentu saja dengan cara-cara yang lurus, yang demokratis dan konstitusional.
Tetapi, astaga, engkau takut menghadapinya. Maaf, kami sudah memilih tidak akan pernah takut terhadap orang yang takut.