Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Kuala lah Deli, Kualalah Deli
Airnya lah biru
Di sana tempat, di sana tempat
Mandilah bersama
Sedang di hati semakin merindu
Semakin merindu
Lagu ini tinggal kenangan. Bayangan anak dara mandi berkecipung kini berganti gundukan limbah yang mencemari sungai yang membelah kota Medan itu bersama Sungai Babura dan Bedera.
Tak kepalang jika 70% di antaranya diakibatkan limbah padat dan cair. Limbah domestik padat atau sampah yang dihasilkan di Kota Medan sekitar 1.235 ton sehari.
Saat ini, luas hutan di hulu Sungai Deli hanya tinggal 3.655 hektare, atau 7,59% dari 48.162 hektare areal DAS Deli. Padahal, seharusnya 30% dari luas DAS. Kian ciutlah “hutan penahan air” karena berubah menjadi villa, kebun sawit atau perambahan hutan.
Kisah ini bermula ketika perpindahan ibukota Keresidenan Sumatra Timur pada 1 Maret 1887 dari Bengkalis ke Medan. Memang, sebelum menjadi kota, Medan hanyalah suatu kampung dalam Kerajaan Melayu Deli yang diapit oleh Sungai Deli dan Sungai Babura.
Kala itu, kampung Medan berfungsi sebagai pelabuhan tongkang dari laut yang membongkar muatan untuk diteruskan dengan perahu mudik ke Deli Tua atau ke Sungai Babura. Begitulah, sejarawan Deli Tengku Luckman Sinar dalam Sejarah Medan Tempo Doeloe.
Saat itu, Sungai Deli menghubungkan Karo, Deliserdang dan Medan. Sungai yang bermuara ke Selat Malaka membuat Sungai Deli sebagai jalur emas perdagangan Internasional.
Namun setelah Pelabuhan Belawan rampung di awal abad ke 20. Bandar Pelabuhan Deli mulai tak berfungsi. Eh, Pemerintah Kota Medan pun mulai memberikan izin membangun di bantaran Sungai Deli. Padahal dalam regulasi ditegaskan bahwa 10-20 meter dari bibir sungai dilarang untuk dibangun.
Semakin lama Sungai Deli pun semakin sempit dan dangkal seiring mekarnya populasi penduduk. Apalagi penduduk pun gemar membuang sampah, baik limbah rumah tangga dan pabrik.
Saya kira membuang sampah – termasuk bangkai ternak babi – ke sungai adalah perbuatan yang bak lempar batu sembunyi tangan. Telah membuat kota Medan selalu tergenang karena air sungai meluap ketika hujan lebat turun.
Lirik lagu yang dulu romantis kini berubah menjadi “horor.” Kuala lah Deli, Kuala lah Deli/ Airnya lah keruh/ Di sana tempat, di sana tempat/ Bencana bersemayam.