Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
adinya kapal penangkap ikan hilir mudik di lepas pantai barat Sumatra Utara di Samudera Indonesia. Tapi sekarang sepi. Jikapun ada pukat cantrang yang beroperasi, pastilah dilakukan secara sembunyi-sembunyi.
Seperti diketahui, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) pada 2015 dari Menteri Susi Pujiastuti dan berlaku sejak awal 2016 telah melarang pemakaian pukat cantrang.
Akibatnya, ratusan kapal ikan terpaksa sandar di berbagai dermaga tangkahan ikan. Tak ada lagi kesibukan bongkar muat ikan yang selain dipasarkan di Sibolga, juga dikirim ke Medan, Padang dan Pekanbaru.
Padahal ketika pukat trawl beroperasi, perekonomian di Sibolga menggeliat. Memang, pukat trawl karena jaringnya yang rapat sangat efektif menangkap ikan, dan hasilnya melampaui biaya melaut. Namun karena juga menggerus ekosisistem di dasar laut, dianggap merusak sumber hayati dan karenanya dilarang.
Tenaga kerja yang ditampung sekitar 120 kapal ikan itu pun lumayan. Satu kapal butuh 40 Anak Buah Kapal (ABK) dan butuh 50 buruh saat bongkar muat. Jika masing-masing menanggung 1 istri dan 2 anak, total menjadi 360 orang. Jika dikalikan jumlah kapal 127 unit, maka akan berjumlah sekitar 40.000 orang.
Toh, pelarangan pukat trawl itu menimbulkan prokontra. Sebagian nelayan menolaknya tapi nelayan tradisi mendukungnya. Berbagai unjukrasa yang menolak dan mendukung, silih ganti terjadi.
Repotnya hingga kini nelayan di Sibolga dan Tapanuli Tengah belum memperoleh pukat ramah lingkungan pengganti cantrang.
Padahal tak kurang dari Dirjen Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) R Sjarief Widjaja pernah datang ke Sibolga pada 12 Maret 2018 lalu. Disertai Parlindungan Purba, anggota DPD RI, dia bertemu dengan Walikota Sibolga Syarfi Hutauruk dan sejumlah pengusaha perikanan dan nelayan kota itu.
Ketika itu, Syarief berjanji kepada nelayan yang selama ini menggunakan alat tangkap pukat cantrang alias trawl, secepatnya akan diganti dengan alat yang ramah lingkungan. Perbankan juga akan ikut mendukung.
Kepada nelayan yang memakai kapal 10 GT ke atas, akan dibantu dengan kredit perbankan, setelah mereka menyusun bisnis plan dengan bunga terjangkau. Namun bagi nelayan 10 GT ke bawah akan diberikan penggantian secara gratis yang diambil dari APBN. Tetapi hingga sekarang belum direalisasi.
Sekarang Menteri Kelautan dan Perikanan sudah berganti dengan Edhy Prabowo. Nelayan eks trawil berharap kiranya pelarangan itu bisa ditinjau. Setidaknya ada jalan keluar dari kebuntuan, misalnya merealisasi janji bantuan pukat yang ramah linkungan tersebut.
Tampaknya ada tanda-tanda dari Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. Dia mengaku masih akan mengkaji berbagai kebijakan dikeluarkan pendahulunya yaitu Susi Pudjiastuti. Salah satunya yakni masalah larangan penangkapan ikan menggunakan cantrang.
"Kami evaluasi dulu, kami laksanakan, kami serap. Keputusan bukan di menteri saja," kata dia saat ditemui di Kantor Kemenko Kemaritiman dan Investasi, di Jakarta pada 29 Oktober lalu, sebagaimana disyiarkan oleh Liputan6.com.