Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Anda pasti jarang, jika tak pernah, melihat orang jalan kaki sebagai moda transportasi di kota Medan. Jika bukan naik angkot, betor, motor roda dua, pastilah menggunakan jasa transportasi online atau kenderaan pribadi. Beberapa juga ada yang naik sepeda.
Padahal, alangkah romantisnya, jika untuk jarak yang tak jauh, sederetan orang berjalan kaki di trotoar. Tubuh bergerak lincah, sehat dan tak mengeluarkan rupiah.
Tapi apa mau dikata. Berjalan kaki tak menarik di kota ini. Trotoar yang sempit, kadang berlubang, atau dipakai sebagai lapak berjualan dan tempat parkir mobil. Budaya naik motor roda dua lebih populer karena ada kredit murah atau bisa membeli motor bekas.
Saya riset di Google, pejalan kaki di Hong Kong sangat nyaman. Warga Hong Kong berjalan kaki rata-rata 6.880 langkah per hari (sekitar 6 km). Begitulah, menurut Riset Universitas Stanford, Amerika Serikat pada 2017 silam. Sementara orang Indonesia rata-rata berjalan kaki hanya 3.513 langkah (sekitar 3 km) tiap hari.
Tata kota Hong Kong memang ramah bagi pejalan kaki, sehingga wisatawan di sana pun mau jalan kaki. Memang jika berpergian jauh warga Hong Kong memilih transportasi publik seperti MRT, trem, atau bus. Namun, menuju ke stasiun kereta api atau bus dan haltenya, mereka memilih jalan kaki.
Trotoar luasnya 3 meter. Tak ada pedagang kakilima, atau kondisinya berlubang. Malah letak trotoar dan jalan raya pun dipisahkan dengan pagar setinggi satu meter, sehingga pejalan kaki merasa nyaman dan aman.
Warga Jepang juga terbiasa berjalan kaki. Tapi kebiasaan ini timbul karena keterpaksaan. Untuk mengurus SIM saja sangat sulit. Harus memiliki garasi sendiri di rumah, barulah SIM dikeluarkan. Biaya parkir dan harga bensin pun sangat pun mahal. Padahal Jepang dikenal sebagai negara yang memproduksi banyak mobil.
Syahdan, sekitar 1960-an, Tokyo menjadi kota yang sangat macet dan penuh polusi. Pemerintah pun membuat regulasi dengan memperbanyak transportasi publik seraya mengurus SIM pun dipersulit dan pajak kendaraan tinggi.
Pemerintahan Singapura juga aktif mengampanyekan budaya jalan kaki. Pemerintah malah membuat informasi pada peta di pamflet MRT mengenai rute jalan kaki. Warga pun memiliki pilihan dalam menuju tujuan.
He-he, malah diinformasikan berapa banyak kalori yang terbuang kalau memilih jalan kaki dibanding naik MRT.
Kapan ya budaya berjalan kaki marak di Medan? Tampaknya, harus ada walikota baru yang mau “mati-matian” memperjuangkannya?