Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Lagi-lagi, dua sahabat itu, Bargot dan Porjan berbincang di sebuah kafe. “Apakah memang ada kaitannya pembangunan dengan pendekatan budaya?” tanya Porjan. “Wah, hebat kau Porjan. Bicara kebudayaan pula dikau,” sahut Bargot.
Seraya menyeruput kopinya, Bargot berkata bahwa pembangunan dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Tapi pembangunan tidak bisa mereduksi manusia dari bumi tempat mereka berpijak.
“Manusia yang melebur dalam masyarakat memang memiliki ruang sosial dengan seluruh aspek budaya, adat istiadat, politik, ekonomi, hukum, demokrasi, kesenian, ilmu dan lain-lain,” urai Bargot bak seorang budayawan.
“Jadi tidak mungkin sebuah pembangunan, misalnya industri dan pertambangan bisa lepas dan bebas dari masyarakat dan budayanya?” tanya Porjan, yang mulai mengerti. “Ya,” ketus Bargot. “Pasti akan selalu terjadi saling interaksi antara pembangunan dan masyarakat,” lanjutnya.
“Tolong penjelasannya lebih popular, dong,” sela Porjan. “Begini. Itu bisa kita lihat, apakah pembangunan itu membawa manfaat bagi masyarakat atau sebaliknya mendatangkan malapetaka,” tandas Bargot.
“Jika bermanfaat, berarti pendekatan budaya terhadap pembangunan berjalan. Sebaliknya mendatangkan malapetaka jika tanpa pendekatan kebudayaan,” kata Bargot. “Jadi haruslah diubah pendekatan pembangunan dari ekonomi ke budaya. “Faktor ekonomi tetap saja penting, namun tidak lagi satu-satunya faktor yang menentukan,” urat Bargot, bertubi-tubi.
Misalnya, sebuah industri akan menuai untung besar bilamana tak melakukan treatment untuk menghindari pencemaran lingkungan. “Artinya, ada sekian cost yang terhemat karena tak lagi butuh AMDAL, yang menelan biaya yang tidak kecil,” kata Bargot. “Oo begitu. Artinya, pengusaha hanya peduli faktor ekonomi tapi mengabaikan keselamatan lingkungan,” tanggap Porjan.
“Semakin mantap jika rakyat pun ikut dilibatkan. Tak sekadar menjadi penonton, tapi sekaligus sebagai pelaku pembangunan yang aktif,” kata Bargot. “Aktif itu bagaimana maksudnya,” tanya Porjan.
“Bukan cuma dalam makna tertampungnya tenaga kerja maupun para suplayer barang dan jasa oleh perusahaan lokal,” kata Bargot. “Tetapi juga aktif menyuarakan keselamatan lingkungan maupun budaya lokal yang membuat masyarakat merasa lega dan aman,” kata Bargot.
“Ada lagi,” potong Porjan. “Pengusaha pun harus mendengar dan konsisten melaksanakannya. “He-he, dua jempol untuk Anda, Porjan,” simpul Bargot.