Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Kecil tetapi fungsi sosialnya besar. Itulah pelaku Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang jumlahnya di Sumut mencapai 2,4 juta atau 15% dari jumlah penduduk. Jika dihitung-hitung satu keluarga UKM pukul rata tiga orang saja, maka yang dihidupi sektor ini kira-kira separo dari penduduk Sumut.
Adrenalin kita terpacu melihat UKM di Taiwan mampu berkompetisi di pasar dunia. Banyak sekali chip atau monitor komputer produk Taiwan beredar di Indonesia. Memang, 95% perusahaan Taiwan adalah UKM, dan 60% ekspor Taiwan berasal dari mereka.
Tatkala krisis moneter 2007, dolar Taiwan hanya merosot 22%. Bahkan, mampu menawarkan pinjaman US$ 2 miliar kepada Korea Selatan – setelah disuntik IMF US$57 miliar. Fakta itulah yang membuat International Herald Tribune edisi 2 Februari 1998 menulis UKM di Taiwan sebagai small is beautiful.
Sesungguhnya, pengembangan UKM bukan sekadar “gincu” kampanye calon presiden, atau kepala daerah. Tetapi kebijakan yang absolut dilaksanakan. UKM yang kita bayangkan bukan sekadar menyuplai pasar domestik, tetapi juga pasar dunia. Kecil-kecil cabai rawit yang menendang pasar bisnis.
Banyak negara sudah melakukannya. Di era teknologi informasi ini, bisnis internasional melalui internet bukanlah hal yang mustahil. Ke arah itulah UKM di Sumut mesti diarahkan.
Tapi faktanya hanya 5% saja UKM di Sumut yang paham tata cara ekspor. Karena itu pembinaan dan pengembangan UKM mendesak ditunaikan. UKM harus dimotivasi supaya bangkit lebih ekonomik.
Apalagi ada sekitar 100.000 produk UKM di Sumut berpotensi masuk ekspor. Masyarakat dimbau agar bangga membeli produk UKM. Juga mengajak perbankan agar lebih ramah memberi kredit.
Dengan dukungan perbankan, pelaku UKM dapat meningkatkan mutu produk serta memperbesar skala produksinya, sehingga bisa memenuhi order serta bersaing di pasar global. Apalagi jika dibarengi kebijakan pemerintah yang pro-UKM pula. Misalnya, melindunginya dari serbuan produk sejenis dari mancanegara.